Bandarlampung, Lampungnews.com – Jejak langkah 25 tahun berdirinya Kabupaten Lampung Barat sebagai penghasil kopi terbesar di Lampung tertuang dalam buku “Secangkir Kopi Bumi Sekala Brak, Jejak Langkah 25 Tahun Kebangunan Lampung Barat” yang diluncurkan Sabtu malam (18/3/) di Ballroom Hotel Emersia, Bandar Lampung.
Acara yang dimulai dengan mempersembahkan Tari Kreasi Liwa Berbunga ini dihadiri sejumlah tokoh penting di Provinsi Lampung diantaranya Bupati Lampung Barat Mukhlis Basri sebagai pencetus buku beserta Wakil Bupatinya, Wakil Bupati Pesisir Barat Erlina, Ketua DPRD Lampung Dedi Afrizal dan Perdana Menteri Kerajaan Sekala Brak Ike Edwin.
Mukhlis Basri menuturkan buku tersebut disusun dalam rangka ulang tahun ke-25 Kabupaten Lampung Barat. Peluncuran buku sempat tertunda karena pelaksanaan pilkada pada Februari 2017 lalu. Selain memaparkan Lampung Barat sebagai penghasil kopi terbesar di Lampung, buku tersebut juga menceritakan sejarah kebangkitan pasca gempa bumi 1994.
“Beberapa peristiwa-peristiwa penting dalam kebangunan Kabupaten Lampung Barat, pada tahun 1991 tepatnya tanggal 16 Agustus Bumi Sekala Brak mekar dari Lampung Utara, Tanah berselimut kabut, hutan, serta pantai seluas 3.368 KM menjadi rumah bagi berbagai Etnis dan suku bangsa, dan pada 15 Februari 1994, sesar semangko yang tidur tepat di bawah Kota Liwa menunjukan amuknya,” kata dia.
Peristiwa itu mengakibatkan 196 orang meninggal, lebih dari 2.000 orang terluka dan 75 ribu orang kehilangan tempat tinggal, namun berkat peristiwa itu ada hikmah dari kejadian gempa itu untuk menata kabupaten lebih baik lagi dan pada 25 oktober 2012 Lampung Barat memekarkan kabupaten termuda di Provinsi Lampung, Pesisir Barat.
Dalam pembangunannya, kata Mukhlis, Lampung Barat memiliki tantangan tersendiri dengan kondisi geografis yang terletak di daerah rawan gempa. Kondisi tersebut membuat pembangunan Lampung Barat memerlukan anggaran yang lebih besar.
“Kami harus mempertimbangkan ketika mendirikan bangunan jika biasanya hanya memerlukan anggaran Rp10 miliar, dengan pertimbangan gempa itu kami bisa mengeluarkan anggaran mencapai Rp15 miliar, untuk menghindari terjadinya bencana,” kata dia.
Selain itu, Lampung Barat juga memiliki kendala lainnya, yaitu anggaran belanja daerah yang masih kecil, karena pemasukan daerahnya yang minim. Hal itu disebabkan tidak adanya perusahaan besar yang berinvestasi di daerah tersebut di tengah banyak potensi yang dapat dieksplorasi, salah satunya panas bumi.
Mengenai Infrastruktur Jalan Suoh – Jalan sukabumi yang rusak itu merupakan jalan provinsi yang membentang seluas 42 KM. Sehingga, Pemkab Lampung Barat telah mengajukan kepada Pemrov Lampung terkait pendanaan jalan itu.
“Pak gubernur punya konsen untuk membangun ini dianggarkan Rp20 miliar, dana kita minim, kita juga berencana membangun GOR, Stadion Mini, Masjid,” tambahnya
Selain itu pemerintah pusat juga telah menyetujui adanya pembangunan kebun raya di Lampung Barat. Jika ini terealisasi, maka di Sumatera satu-satunya yang memiliki kebun raya adalah Lampung Barat.
Terkait kopi, Lampung Barat merupakan penghasil kopi 38 persen untuk Lampung dan 7 persen ke nasional. Namun, sebagai penghasil kopi robusta terbesar di Indonesia, 1200 kg perhektar/ tahun.
Di tempat yang sama Irjen Ike Edwin mengatakan Lampung Barat membutuhkan dukungan investor, pengusaha, dan pemerintah untuk meningkatkan produksi kopinya. Saat ini produksi kopi Lambar 1.200 kg per hektare. Jumlah itu sudah meningkat dibandingkan sebelumnya 900 kg per hektare.
“Kopi robusta adalah bagian dari cerita yang tak terpisahkan dari kehidupan Lampung Barat, 47 tahun saya merantau, 7 tahun hanya di Lampung, saya juga ingin pulang dan mengabdi di tanah lampung ini,” ujarnya. (Davit)