Bandarlampung, Lampungnews.com – Bagi sebagian besar mahasiswa Universitas Lampung (Unila) saat mendengar nama Rumah Makan Uda, tidaklah terdengar asing lagi. Satu yang paling diingat, “Tempe Bohay”.
Rumah makan yang terletak di Jalan Bumi Manti I, Kampung Baru, Gang Damai ini memiliki cerita tersendiri bagi sebagian besar alumni maupun mahasiswa Kampus Hijau. Anak kedua Syaifullah (pemilik Rumah Makan Uda), Heri Susetiyo (30) mengisahkan seluk beluk “Tempe Bohay” tersebut.
Heri mengakui, ukuran “Tempe Bohay” saat ini berbeda dengan ukuran 10 – 15 tahun yang lalu, di masa awal keemasannya. Menurut Heri, hal ini karena ukuran tempe dari produsen mengecil.
“Ini ukurannya sudah agak berkuang (mengecil), karena dari pabriknya dibuat sebesar (ukuran sekarnag) ini paling besar. Kalau dulu tempenya besar dan tebal kayak selimut, makanya alumni-alumni Unila nyebutnya Tempe Bohay, ada juga yang nyebut Tempe Kasur. Selain gemuk dia juga tebal. Dulu seinget saya harganya masih kisaran Rp2.500 per porsi dengan nasi,” katanya, kemarin.
Sekarang, meski harga sudah naik mengikuti harga bahan makanan, harga “Tempe Bohay” yang dipatok Rp7 ribu per porsi dianggap masih bersahabat dengan kantong mahasiswa. Dengan harga segitu, satu porsi Nasi Tempe Bohay dilengkapi dengan bumbu rendang, sayur singkong, sambel hijau dan air putih.
Dalam sehari, kata Heri, Nasi Tempe Bohay ini bisa terjual sebanyak 300 porsi. Menu ini paling banyak dibanding menu lain yang dipesan berkisar 40 porsi.
“Iya di sini andalannya itu, Mas. Makanya banyak alumni Unila datang dari jauh cuman nyari itu. Bahkan kemarin ada orang asal Jepang nyoba makan disini. Awalnya nyari makan nasi ayam, tapi habis. Lalu dia nyoba Nasi Tempe Bohay. Eh, besoknya datang dan pesan menu itu lagi,” katanya.
Alumni Jurusan Administrasi Negara FISIP Unila, Gilang Prayoga (27) mengakui Nasi Tempe Bohay ini sangat memorable. Meski dia bekerja di Kota Metro, setiap kali ke Bandarlampung, dia selalu menyempatkan datang dan melahap Nasi Tempe Bohay ini.
“Dulu saya jadi langganan semenjak pertama kuliah disini, tahun 2008. Waktu itu harga masih Rp 3500. Rasanya enak dan harga bersahabat, porsinya banyak cocok di lidah dan kantong mahasiswa, saya juga pengen mengenang nostalgia dan memori,” kata Gilang. (Davit)