Bandarlampung, Lampungnews.com – Keterlibatan perempuan masih minim dalam menentukan keputusan kemandirian pangan. Ini menjadi bahasan utama dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandarlampung, Selasa (25/4).
Diskusi ini menghadirkan Tokoh Female Food Hero dari Dipasena Erna Leka, Solidaritas Perempuan Lampung Umi Laila, Kepala Bidang Pertanian dan Holtikultura Eko Dyah dan dipandu oleh akademisi dari Fakultas Pertanian Unila Wuryaningrum DS.
Menurut Koordinator Solidaritas Perempuan Lampung Umi Laila, di desa nelayan Telukbetung Bandarlampung, perempuan selain mendapat upah minim juga mendapat perlakuan diskriminasi dalam menentukan makanan yang harus dikonsumsinya.
“Mereka sadar betul bahwa menerima ketidakadilan pangan tetapi hanya diam karena ketidakmampuan untuk mendapatkan hak yang sama,” katanya.
Solidaritas Perempuan Lampung memberi pendampingan kelompok perempuan nelayan, petani dan buruh migran yang ada di Lampung untuk mendapatkan haknya.
Kondisi ini berbeda dengan kelompok perempuan petambak di Bumi Dipasena Kecamatan Rawajitu Kabupaten Tulangbawang yang sudah mandiri dalam menentukan nasibnya setelah berpisah dari perusahaan.
Erna Leka peraih Female Food Hero mengatakan, petambak perempuan sudah bisa melakukan tebar mandiri dengan menerapkan sistem gotong royong.
“Kami tidak mendapat perlakuan yang berbeda, hak yang sama seperti laki-laki yang kami terima,” ujarnya.
Kondisi ini menurutnya berbeda saat bekerja sama dengan perusahaan, petambak perempuan seperti dimanja dengan sejumlah fasilisitas seperti pengadaan sembako.
Tetapi kenyataanya, hutang menumpuk meskipun petambak bisa memproduksi lebih dari 1 ton per bulan.
“Setelah perusahaan pergi dari Dipasena, kami bangkit dan menentukan nasib sendiri. Meskipun, produksi kami tidak lebih banyak dari sebelumnya, tetapi kami makmur dan bebas menentukan nasib sendiri,” tuturnya.
Terkait keadilan pangan untuk masyarakat dan petani, Dinas Pertanian dan Holtikultura juga memiliki program untuk menjaga ketahanan pangan dengan melibatkan kaum perempuan.
Salah satu program yang sedang digalakkan adalah swasembada cabai dan bawang merah.
“Kami bekerjasama dengan Tim Penggerak PKK dengan membagikan bibit cabai dan bawang. Ini bisa ditanam di area pekarangan rumah tangga masarakat Lampung,” kata Kepala Bidang Holtikultura Eko Dyah.
Di Provinsi Lampung, untuk meningkatkan produksi cabai dan bawang telah tersedia lahan sebanyak 700 ribu hektare yang tersebar di 12 kota dan kabupaten di Lampung.
“Langkah ini, pemerintah mengajak masyarakat untuk meredam fluktuasi harga cabai di pasaran,” tutupnya.
Pemaparan narasumber tentang kondisi keadilan pangan perempuan, ke depan bisa menjadi bahan penulisan para jurnalis lebih konprehensif yang terjadi di lapangan.
“Selama ini, jurnalis hanya berkutat pada angka peningkatan produksi dan capaiannya saja, masih jarang jurnalis yang menulis bagaimana perempuan mendapatkan haknya dalam keadilan pangan,” kata Ketua AJI Bandarlampung Padli Ramdan. (Rilis)
Diskusi tersebut, menjadi bahan referensi baru bagi jurnalis terkait isu-isu perempuan khususnya petani dan buruh yang ada di Lampung