Bandarlampung, Lampungnews.com – Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Teguh Santosa mengatakan profesionalisme sorang jurnalis merupakan salah satu senjata ampuh untuk menangkal pemberitaan bohong atau hoax.
Melihat arus deras informasi saat ini menjadi kendala dalam memverifikasi satu persatu informasi yang beredar. Akibatnya hoax dan ujaran kebencian leluasa bertebaran di tengah masyarakat.
“Salah satu kewajiban wartawan dan media adalah selalu melakukan konfirmasi terhadap informasi yang diterima, jangan disebarkan kabar yang belum pasti kebenarannya. Sebaliknya lakukan konfirmasi,” katanya dalam diskusi publik, Tantangan Pers News or Hoax di Swiss Belroom Hotel, dipandu moderator Ketua Forum Wartawan Online (Fortaline) Lampung Juniardi, pada Rabu (25/4)
Teguh mencontohkan ia kerap menerima informasi yang belum jelas kebenarannya. Langkah yang dilakukan adalah meneruskan ke pimpinan redaksi dan redaktur pelaksana, agar informasi tersebut ditindaklanjuti dan dikonfirmasi,
Alternatif lain adalah dengan menciptakan platform media sosial sendiri. Tujuannya guna menjaga penyebaran informasi agar tidak merugikan kondisi nasional.
Di Indonesia penyebaran hoax menjadi masalah lantaran tidak bisa dibatasi, lantaran hoax menyebat luas melalui media sosial.
Ia menambahkan, di China, ada Weibo, bahkan Korea Selatan yang terkenal tertutup saja bisa mampu membangun media sosial. Di Indonesia kedepannya harapannya juga bisa membuat platform sendiri. Agar pasarnya tidak lantas selalu dinikmati perusahaan luar.
Ketua Presidium Jaringan Wartawan Anti Hoax (Jawah), Agus Sudibyo mengatakan media konvensional harus berperan tangkal hoax di media sosial.
“Media sosial menjadi lahan subur bagi perkembangan hoax. Menyikapinya, media konvensional, harus memberikan berita yang lebih baik, mencerahkan dan beradab,” katanya dalam diskusi publik itu.
Agus mengatakan, hubungan media sosial dan media konvensional adalah kawan sekaligus lawan. Mengingat keduanya hidup dari sumber yang sama, yakni iklan. Di satu sisi, media sosial juga jadi sarana penyebaran berita dan media konvensional.
“Medsos, menjadi tantangan tersendiri. Mengingat di era ini semua orang menjadi jurnalis, tapi jurnalis beneran malah mati. Lantaran perusahaannya jadi gulung tikar,” katanya
Agus mengatakan, media sosial amat diuntungkan oleh penyebaran hoax. Semakin banyak hoax kontroversial yang menyebar, semakin banyak pengguna media sosial. Hal itu lantas berdampak terhadap kenaikan saham dan iklan yang masuk ke perusahaan raksasa seperti Google, Facebook, Yahoo dan Twitter.
Semakin ada hoax, semakin ramai pengguna medsos. Data menunjukkan bahwa Rp8,4 triyun atau 70 persen dari total iklan digital, disedot oleh perusahaan raksasa media sosial.
“Ke depan Jawah harus membantu masyarakat menangani hoax. Dengan memberikan klasifikasi terhadap hoax yang beredar,” demikian katanya
(Rilis)