Bandarlampung, Lampungnews.com – Keterbatasan fisik tak membuat bocah Kelas VI ini patah arang untuk memeroleh pendidikan. Diantar sang bunda, Amin Sutamin yang duduk di kursi roda dengan ceria datang ke sekolah untuk mengikuti ujian nasional tingkat SD.
Murid Kelas VI MIN 12 Bandar Lampung ini duduk dalam diam di atas kursi roda yang didorong ibunya, Tati Isnawati (40). Meski diam, keceriaan terpancar jelas dari wajah Amin. Seperti biasanya ketika jarum jam menunjukkan angka 06.30 WIB, Amin dan ibunya sudah berjuang menyusuri padatnya Jalan Soekarno – Hatta. Tujuannya hanya satu, menimba ilmu.
Tapi, hari ini, Rabu (17/5), Amin punya semangat lebih dari biasanya. Perjuangan selama enam tahun bersekolah di bangku sekolah dasar dipertaruhkan. Amin sedang menempuh ujian nasional bersama teman-temannya. Kakinya yang tak lagi berfungsi akibat lumpuh layu sejak kelas empat tak menjadi penghalang rasa semangatnya. Amin tetap ingin belajar di sekolah seperti anak normal lainnya.
Tak kuasa menahan gejolak semangat anaknya, Tati yang kakinya juga tidak berfungsi dengan baik ini rela menempuh perjalanan 2,5 kilometer dari rumah menuju sekolah Amin dengan mendorong kursi roda.
“Setiap hari saya antarkan dia ke sekolah, menunggu sampai dia pulang. Kalau capek ya capek, tapi ini demi Amin yang katanya masih ingin sekolah seperti anak lainnya. Kadang kalau mengantarkan dia, sendal saya sering putus. Bahkan sempat saya ditabrak motor saat mengantarnya,” kata Tati.
Lantaran terbentur biaya, Tati mengaku tak bisa membawa anaknya berobat. Panas tinggi yang menyerang Amin saat tak bisa berakhir dibawah kinerja medis.
“Waktu itu dia mengeluh kakinya sakit dan malam panasnya tinggi sekali. Keesokan paginya, kakinya sudah tidak bisa digunakan lagi. Mau obatin dia, tapi nggak punya biaya. Sebenarnya juga ingin lanjutkan Amin ke SMP, tapi nggak memungkinkan. Siapa yang mengantarkan dia ke sekolah, SMP di sini jauh-jauh,” tuturnya.
Semangat Amin terbentur dengan lokasi SMP yang terlalu jauh dari rumahnya. Ia yang masih ingin menimba ilmu sebanyak-banyaknya, harus mengalah dan hanya sampai di bangku sekolah dasar. Ia tak mau menyusahkan kedua orangtuanya lagi dengan melanjutkan sekolah ke SMP.
“Nggak mau sekolah lagi, jauh. Kasihan bapak sama mamak,” singkat Amin yang memiliki cita-cita sebagai pelukis. (El Shinta)