Lampungnews.com – Untuk menjadi seorang remaja yang kekinian, tentu takkan lengkap hidupnya jika tidak aktif di media sosial. Tapi tahukah Anda kalau ternyata konsekuensi menjadi seorang netizen yang aktif berkicau di dunia maya tidak hanya sekadar kehilangan followers, tapi juga bisa meningkatkan risiko Anda mengalami insomnia dan gangguan kecemasan? Berikut akan dijelaskan oleh hellosehat.com.
Dampak sosial media terhadap kualitas tidur remaja
Dirangkum dari berbagai penelitian, analisis para ilmuwan menunjukkan adanya korelasi kuat (hubungan, bukan penyebab) antara penggunaan media sosial dan gangguan tidur. Volume dan frekuensi interaksi media sosial yang lebih berat dikaitkan dengan kemungkinan masalah tidur yang lebih besar. Volume mengukur jumlah waktu yang dihabiskan seorang remaja untuk ber-medsos setiap hari. Frekuensi mengukur jumlah kunjungan ke situs media sosial selama seminggu, alias seberapa sering Anda log-in ke situs tersebut dan berinteraksi dengan pengguna lainnya.
Remaja yang menghabiskan waktu mereka untuk berinteraksi di dunia maya hampir setiap saat, dalam artian volume maupun frekuensinya sama-sama tinggi, memiliki peningkatan risiko hingga tiga kali lipat mengalami gangguan tidur, termasuk insomnia. Peneliti belum berhasil mengetahui apa yang menjadi penyebab timbulnya hubungan ini, namun mereka menduga bahwa ada banyak faktor yang berperan di baliknya.
Misalnya saja, beberapa orang cenderung jumpalitan berusaha keras mempertahankan eksistensinya di dunia maya, dan kemudian tekanan ini membuat mereka tidur larut malam demi memilah-memilih dan kemudian mengunggah foto terbaiknya di instagram. Beberapa lainnya memilih beralih ke platform lainnya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya — dengan memulai kultwit atau perang komentar negatif di FB.
Kegiatan-kegiatan ini menyalakan gairah emosional, kognitif, dan fisiologis otak sehingga membuat mereka merasa segar hingga melupakan tidur. Atau mungkin, beberapa orang justru sudah mengalami kesulitan tidur duluan sehingga menggunakan media sosialnya untuk menghabiskan waktu sampai mereka bisa kembali tidur.
Dan jikapun Anda tidak termasuk di antara dua golongan di atas, menjadi netizen pasif hanya dengan nge-scroll timeline tengah malam agar tidak ketinggalan update pun tetap bisa mengganggu jam biologis tubuh (ritme sirkadian) melalui melalui cahaya biru terang yang dipancarkan oleh perangkat yang digunakan untuk mengakses akun media sosial.
Saat Anda menghabiskan waktu untuk main HP sebelum tidur, pancaran sinar terang dari ponsel meniru sifat cahaya alami matahari. Akibatnya, jam biologis tubuh menganggap cahaya ini sebagai sinyal bahwa hari masih pagi, dan karena itu produksi melatonin jadi terganggu. Singkatnya, berjam-jam main HP sebelum tidur malah bikin Anda tambah semangat sehingga Anda membutuhkan waktu yang lebih lama untuk akhirnya bisa terlelap.
Padahal, remaja pada umumnya membutuhkan lebih banyak tidur daripada orang dewasa. Jadi penggunaan media sosial di malam hari bisa sangat merugikan kesehatan mereka. Penelitian telah menunjukkan bahwa remaja membutuhkan tidur 9,5 jam setiap malam tapi rata-rata hanya mendapatkan 7,5 jam. Kurang tidur bisa membuat anak kelelahan, mudah tersinggung, stres, dan lebih cenderung gampang sakit — terserang batuk pilek, flu, hingga gangguan pencernaan seperti maag dan muntaber.
Remaja yang kurang tidur rentan mengalami gangguan kecemasan dan depresi
Dampak kurang tidur kronis bisa meningkatkan risiko anak remaja mengalami depresi. Pasalnya, masa-masa remaja pada dasarnya adalah periode rentan bagi anak untuk mengembangkan isu-isu kesehatan mental jangka panjang. Apalagi jika ditambah dengan pemenuhan dorongan kebutuhan untuk selalu online di medsos yang sudah lama terkait dengan penurunan tingkat kepercayaan diri, serta peningkatan risiko gangguan kecemasan dan depresi.
Seringnya penggunaan media sosial di kalangan anak-anak dan remaja juga telah dikaitkan oleh banyak penelitian dengan peningkatan tingkat stres psikologis. Semua faktor ini bisa saling berkaitan memicu dan/atau memperparah depresi pada anak.
Menurut Heather Cleland Woods, kepala penelitian dari University of Glasgow di Skotlandia, meski penggunaan media sosial secara umum berdampak pada kualitas tidur, anak-anak remaja yang suka online larut malam lebih rentan terpengaruh oleh semua risiko kesehatan ini. Hal ini terutama lebih mungkin berlaku bagi individu yang sangat berdedikasi tinggi mencurahkan dirinya untuk terlibat di dunia maya secara emosional.
Laporan di atas juga diperkuat dengan temuan dari beberapa studi pendahulunya. Satu studi yang diterbitkan tahun 2015 di jurnal Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking menemukan bahwa frekuensi penggunaan media sosial yang terlampau sering pada remaja terkait dengan peningkatan risiko kesehatan mental yang buruk. Sebuah penelitian yang dipresentasikan pada pertemuan American Psychological Association di tahun 2011 menemukan kaitan antara remaja pengguna aktif media sosial dan sifat yang terkait dengan skizofrenia dan depresi.
Tingkat penggunaan media sosial yang lebih tinggi juga meningkatkan risiko remaja untuk menjadi korban cyber-bullying. Keduanya terkait dengan peningkatan risiko gangguan kecemasan dan depresi pada anak remaja.
Tak selamanya dampak media sosial adalah negatif
Tentu saja, seperti dua sisi mata uang, kita juga tahu bahwa media sosial tidak selalu berdampak negatif. Menjadi netizen aktif dalam berbagai platform media sosial bisa memberikan manfaat positif dalam cara memberikan penggunanya rasa keterlibatan dalam masyarakat, merasa tidak sendirian, lebih merasa didukung, dan memiliki harapan.
Di penghujung hari, baik-buruknya dampak media sosial pada tumbuh kembang remaja akan bervariasi pada setiap orang, dan kembali lagi kepada pentingnya menemukan keseimbangan yang sehat dalam berinteraksi di dunia maya dan di dunia nyata.(*)