Jakarta, Lampungnews.com – Lampung menjadi salah satu dari dua provinsi yang diincar Panorama Hospitality Management (Panorama Group) yang saat ini mengelola 12 hotel di seluruh Indonesia. Dalam rencana bisnisnya, grup ini akan menambah delapan hotel dalam dua tahun mendatang, yaitu empat hotel pada 2018 dan empat hotel pada 2019.
“Untuk mengelola satu hotel, kami membutuhkan investasi di kisaran Rp100 miliar-Rp150 miliar. Daerah yang kami bidik pun bukan daerah yang menjadi incaran para pesaing pengelola hotel asing, misalnya di Lampung dan Belitung,” kata Satria Wei, Managing Director PHM seperti dilansir dari Bisnis.com.
Dia mengungkapkan pemilihan kota di tingkat kedua dan ketiga lebih didasarkan atas pertimbangan belum tingginya kompetisi industri perhotelan. Lebih lanjut, berbeda dengan kota-kota besar yang sudah menjadi incaran utama para pemain asing, kota tingkat kedua dan ketiga justru memiliki harga rata-rata per kamar (average daily rate/ADR) yang cukup tinggi.
Ke depan, korporasi masih meyakini bahwa industri hotel masih memiliki prospek yang cerah ke depan. Hal ini ditunjang dengan gencarnya upaya pemerintah untuk menjaring kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia, salah satunya dengan mengembangkan 10 Bali Baru (the new Bali).
Dengan semakin membaiknya kondisi ekonomi domestik, Satria mengungkapkan hal tersebut juga memacu kondisi ekonomi daerah. Kunjungan wisman ke beberapa wilayah di luar Bali sekaligus bakal menjadi pemacu pertumbuhan ekonomi daerah, khususnya industri perhotelan.
Sebagai salah satu pemain lokal di bidang pengelolaan hotel, PHM memang diakuinya masih terbilang baru di industri ini. Dengan maraknya ekspansi yang dilakukan oleh perusaahaan pengelolan jaringan hotel global di Indonesia, Satria masih optimistis terhadap peluang bisnis tahun-tahun mendatang.
“Dalam 2 tahun terakhir, saya melihat adanya peningkatan kesadaran investor terhadap pengelola hotel lokal. Banyaknya jaringan hotel lokal mulai dari Santika dan Tauzia Management membuat mereka semakin melirik untuk bekerjasama dengan pemain lokal,” tambahnya.
Kendalanya, dia melanjutkan bahwa upaya PHM untuk meyakinkan investor memang harus dilakukan dua kali lipat dibandingkan para pemain asing yang sudah lama berbisnis di Indonesia. Namun, dengan membawa nama dari Panorama yang sudah mampu mengelola sekitar 12 hotel saat ini, dia meyakini keyakinan investor akan terbayar.
“Karena kami berbisnis di Indonesia, saya kira kami lebih mengetahui medan dibandingkan para pemain asing. Upaya ekspansi juga dilakukan secara berhati-hati karena nama baik grup dipertaruhkan,” katanya.
Sementara itu, Ketua Umum DPP Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) Wishnu HS Al Bataafi cukup optimistis iklim industri perhotelan di Indonesia akan menunjukkan perbaikan dalam waktu dekat.
“Kondisi perlambatan ekonomi ini tidak hanya berlangsung di lingkup domestik, tetapi juga global. Ada beberapa pelaku usaha melaporkan okupansi turun di kisaran 65%-50%. Tapi saya yakin kondisi ini akan membaik,” tuturnya.
Pasalnya, potensi pertumbuhan ekonomi di Indonesia masih cukup besar. Peluang lainnya adalah pergerakan massif kunjungan wisman belakangan ini yang didukung oleh komitmen pemerintah meningkatkan infratsruktur destinasi pariwisata.
Intinya, dia menekankan bahwa pelaku usaha domestik tidak perlu khawatir dengan keberadaan operator hotel internasional asalkan mereka sudah memiliki segmentasi dan nilai keunikan tersendiri.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan realisasi investasi yang bersumber dari penanaman modal asing (PMA) per semester I/2017 mencapai US$748 juta, sedangkan penanaman modal dalam negeri (PMDN) Rp2,03 triliun.
Angka ini tercatat mengalami kenaikan dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu dengan rincian PMA tumbuh 42% dan PMDN naik dua kali lipat. (*)