Bandarlampung, Lampungnews.com – Kasus kekerasan terhadap wartawan selama tahun 2017 meningkat dibandingkan tahun lalu. Berdasarkan catatan AJI Bandar Lampung, tahun ini terjadi lima kasus kekerasan, sementara tahun sebelumnya hanya 4 kasus. Dari lima kasus tersebut, 3 kasus melibatkan anggota polisi, sisanya kekerasan dilakukan anggota DPRD dan warga.
Tiga kasus kekerasan yang melibatkan polisi adalah kasus salah tangkap terhadap wartawan Trans Lampung yang meliput kasus penggerebekan kampung narkoba di Pesawaran. Kasus pelarangan liputan dan penggeledahan terhadap dua jurnalis di Way Kanan. Peristiwa ini melibatkan Kapolres Way Kanan yang saat itu masih dijabat AKBP Budi Asrul. Kasus terakhir adalah kekerasan yang dilakukan anggota Brimob terhadap jurnalis Bongkar Post di Lampung Utara. Dalam kasus terakhir ini, pelaku melakukan kekerasan fisik dengan memukul dan menendang jurnalis.
Ketua AJI Bandarlampung, Padli Ramdan mengatakan, tingginya kekerasan yang melibatkan aparat penagak hukum, terutama polisi, menjadi tanda tanya besar. Aparat kepolisian yang seharusnya melindungi warga, tapi ternyata menjadi musuh pers. Padahal aktivitas jurnalistik dilindungi undang-undang dan seharusnya aparat penegak hukum memahami hal ini.
“Dalam dua tahun terakhir, berdasarkan data kasus kekerasan secara nasional, polisi telah menjadi musush kebebasan pers. Polisi banyak menjadi pelaku kekerasan dan institusi ini juga tidak tuntas menangani beberapa kasus kekerasan yang sudah dilaporkan ke Polri. Apa lagi jika yang dilaporkan adalah rekan sesama polisi, Polri menjadi ragu dan cenderung tidak profesional dalam menanganinya,” katanya melalui rilis, Rabu (27/12).
AJI menyoroti bahwa tingginya angka kasus kekerasan terhadap wartawan yang melibatkan personel Polri akibat tidak adanya sanksi tegas yang diberikan kepada pelaku. Ada dua kasus kekerasan di Lampung, tahun ini, berakhir damai antara pelaku dan korban.
Sementara satu kasus yang melibatkan pejabat menengah polisi, Kapolres, hanya berkhir dengan pencopotan jabatan dan mutasi. Tidak ada sanksi yang lebih tegas dari pimpnan Polri di tingkat provinsi hingga Mabes Polri sehingga bisa memutus rantai kekerasan.
“Tidak adanya sanksi tegas kepada para pelaku ini juga tidak lepas dari sikap jurnalis dan media yang dengan mudah berdamai dengan pelaku. Padahal kasus kekerasan terhadap wartawan dan penghalang-halangan dalam dalam melakukan kegiatan jurnalistik adalah tindakan pidana yang melanggar UU Pers Nomor.40 tahun 1999,” katanya.
Padli menambahkan, pilihan untuk memafkan pelaku merupkan hal yang manusiawi, tapi jangan sampai menghilangkan kasus pidana sehingga peristiwa serupa tidak berulang kembali. Sikap tegas kepada pelaku ini penting dilakukan agar kasus kekerasan terhadap wartawan bisa disetop dan tidak ada lagi rekan-rekan jurnalis yang menjadi korban atau dihalang-halangi saat meliput serta mendokumentasikan peristiwa. (*)