Home
Regional
Sulawesi
Demi Cinta, Ini Cara Bocah SD Menafkahi Istrinya
Oleh Fauzan pada 01 Sep 2018, 19:00 WIB

Liputan6.com, Bantaeng – Ini kelanjutan kisah pernikahan dini. RS yang masih 12 tahun dan baru lulus SD, tetap pada pendiriannya, nekad menikahi gadis kelas XI sebuah Sekolah Menengah Kejuruan di Bantaeng Sulwesi Tenggara. Jadi pasangan sah suami istri tentu butuh kesungguhan. Itulah sebabnya, keduanya memilih berhenti sekolah.
RS mengaku mantap berhenti sekolah karena ingin fokus bertanggungjawab dan mencari nafkah untuk keluarga barunya. Menilik usianya, ia harusnya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).
“Saya mau bertani saja. Bertani bawang, kentang dan lain-lain. Saya mau berhenti sekolah,” kata RS, Jumat, 31 Agustus 2018.


















Lampungnews.com –Lanjutan kisah pernikahan dini. RS yang masih 12 tahun dan baru lulus SD, tetap pada pendiriannya, nekad menikahi gadis kelas XI sebuah Sekolah Menengah Kejuruan di Bantaeng Sulwesi Tenggara. Jadi pasangan sah suami istri tentu butuh kesungguhan. Itulah sebabnya, keduanya memilih berhenti sekolah.
RS mengaku mantap berhenti sekolah karena ingin fokus bertanggungjawab dan mencari nafkah untuk keluarga barunya. Menilik usianya, ia harusnya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).
“Saya mau bertani saja. Bertani bawang, kentang dan lain-lain. Saya mau berhenti sekolah,” kata RS, Jumat, 31 Agustus 2018.
Keputusan serupa juga diambil oleh MA. Istri RS ini mengaku ingin berbakti kepada sang suami. Ia pun memilih putus sekolah. Saat ini ia masih kelas XI Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Menurutnya, pernikahan dini ini, sudah menjadi keputusan tepat baginya.
“Saya juga tidak lanjut sekolah, mau fokus urus rumah tangga saja,” kata MA.
Pernikahan dini keduanya tak akan terjadi jika tak mendapat dukungan orang tua. Daeng Pudding, ayah MA mengaku menikahkan anaknya karena diminta sang anak. Baginya kebahagiaan sang anak adalah yang utama. Salah satunya memenuhi permintaannya.
“Dia sendiri yang minta, mungkin memang sudah jodoh,” kata Daeng Pudding.
Tak jauh berbeda, Salaming, ayah RS merestui pernikahan keduanya, justru karena kekhawatiran dinamika pergaulan anak muda.
“Dari pada terjadi hal yang tidak-tidak, mending kita kasih kawin saja,” kata Salaming.
Orang tua mereka tak mempersoalkan pernikahan dini itu.
Sementara itu, negara sebenarnya ikut hadir dalam urusan itu. Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Dinas PMDPPPA Bantaeng, Syamsuniar Malik mengungkapkan bahwa kasus pernikahan dini ini, pernah ia tangani empat bulan lalu.
“Kami sudah tangani, dasarnya laporan dari masyarakat. Kami langsung temui orang tua masing-masing,” kata Syamsuniar.
Ditambahkan, orang tua dua pasangan yang sedang dimabuk asmara itu berjanji untuk menunda pernikahan anak mereka. Penundaan hingga tamat Sekolah Menengah Atas.
“Ortunya saat itu berjanji untuk menunda pernikahan,” katanya.
Syamsuniar mengaku kaget ketika mendengar informasi pernikahan RS dan MA. Apalagi pernikahan mereka tanpa sepengetahuan pemerintah setempat, termasuk KUA dan Kelurahan.
“Mereka nikah, tanpa melaporkan ke KUA. Mereka tahu bahwa pernikahan itu akan ditolak, makanya ambil jalan pintas,” kata Syamsuniar.
Pernikahan sudah terjadi. Dinas PMDPPPA Bantaeng mengaku tak akan larut mempermasalahkan hal itu. Dia mengaku akan fokus mendampingi dua sejoli yang masih dibawah umur itu.
“Tetap kita lakukan pendampingan. Masalah pendidikan, kesehatan dan perlindungannya. Tentu bekerjasama dengan OPD terkait seperti Dinkes, Dikbud, Dinas KB, Kemenag, Apuspaga, dan lain sebagainya,” kata Syamsuniar.