Lampungnews.com — Saat ini, sedang viral sebuah aplikasi yang mampu membuat foto wajah kita menjadi tua berbasis kecerdasan buatan.
Aplikasi ini bernama FaceApp. Jika Anda memiliki media sosial seperti Instagram atau Twitter, tentu Anda akan mendapati banyak sekali aplikasi ini digunakan oleh mutual Anda.
Di luar negeri, terdapat sebuah tantangan bernama #faceappchallenge yang berupa posting foto tua kita menggunakan FaceApp.
Namun, kali ini viralnya FaceApp dibarengi dengan perhatian soal privasi. Para pakar privasi di AS tentu sangat peka terhadap hal ini, pasca skandal Cambridge-Analytica yang memporakporandakan Pemilu AS 2016, karena sebuah kuis yang terlihat tak berbahaya. Terlebih, FaceApp dikembangkan oleh developer asal Rusia, yang juga mengingatkan pada Cambridge-Analytica.
Namun sebelum melangkah lebih jauh, mari kita bahas satu persatu terlebih dahulu soal apa itu FaceApp dan bahayanya.
Apa Itu FaceApp?
Melansir BBC, FaceApp adalah aplikasi mobile yang dikembangkan oleh developer Rusia bernama Wireless Lab. Aplikasi ini menggunakan neural network technology untuk secara otomatis membuat transformasi wajah realistis yang berdasar dari sekadar sebuah fotoi selfie.
Aplikasi ini bisa membuat wajah kita tersenyum, terlihat muda, terlihat tua, serta berubah jenis kelamin.
Pertama kali viral di 2017 lalu, FaceApp menuai kontroversial karena salah satu filternya yang bisa mengubah etnisitas. Jadi, foto kita bisa diubah rasnya menjadi kulit hitam atau tionghoa. Setelah dihujat, akhirnya filter ini diturunkan.
Namun FaceApp tetap kembali viral dengan filter ekspresi senyum dan menambahkan make-up di wajah.
Ketidakjelasan Kebijakan Privasi FaceApp
Dalam kebijakan privasinya, melansir Mashable, tertulis bahwa FaceApp menyatakan bahwa aplikasi ini mengumpulkan informasi berupa lokasi dan riwayat penelusuran browser (browser history).
Detilnya, aplikasi ini mengumpulkan informasi yang dikirim dari perangkat Anda atau layanan FaceApp, termasuk laman web yang Anda kunjungi, add-on, serta informasi lain yang disebut akan membantu FaceApp dalam meningkatkan layanan.
FaceApp sendiri menulis bahwa “kami tidak akan menyewakan atau menjual informasi Anda kepada pihak ketiga di luar FaceApp.” Meski demikian, tertulis pula kalau FaceApp membagikan informasi tersebut dengan “mitra iklan pihak ketiga” untuk iklan tertarget.
Dari dari kebijakan privasi ini, terlihat bahwa FaceApp tidak terlalu gamblang dalam tujuan apa yang ingin mereka raih dengan informasi privasi pengguna.
Masalah Privasi di FaceApp
Salah satu perhatian yang muncul soal privasi FaceApp adalah keputusan FaceApp untuk mengunggah foto yang akan diedit ke cloud, alih-alih sekadar mengeditnya di dalam aplikasi sehingga informasi kita tidak ‘terbuka’ ke dunia luar.
Hal ini banyak disayangkan oleh pakar privasi, salah satunya adalah Will Strafach yang merupakan CEO Guardian Firewall dan juga periset iOS melansir The Verge. Ia menyebut bahwa meski tak bisa membuktikan hal ini sepenuhnya salah dan tidak mengerikan, ia tetap merasa ‘ada apa-apa’ dalam keputusan tersebut.
FaceApp sendiri memang memilih untuk mengunggah foto pilihan pengguna ke cloud. Menurut CEO Wireless Lab Yaroslav Goncharov, hal ini dilakukan untuk menghemat bandwith jika banyak filter diaplikasikan. Ia juga menyebut kalau foto ini segera dihapus tak lama setelah diunggah ke cloud sehingga foto-foto ini tak ‘dikumpulkan.’
Menurut periset dan pakar privasi Jane Manchun Wong, hal ini pun tidak terlalu masalah karena ini juga langkah FaceApp agar kerja algoritma mereka tak mudah ditiru developer lain. Selain itu, unggahan fotonya terotorisasi dan tidak banyak info yang terunggah di server FaceApp selain metrik pengguna, seperti interaksi UI dan sebagainya.
Jadi, Perlukah Kita Khawatir?
Bagi sebagian orang tentu tidak. Namun para pakar privasi pun tidak menyebut FaceApp sebagai aplikasi yang memberi kontrol penuh pengguna soal penyalahgunaan privasi. Jadi, jika kita menggunakannya, kita akan jadi sasaran penggunaan info pribadi kita.
Hal terburuk yang bisa terjadi mungkin adalah data privasi Anda yang akan dilacak dan digunakan untuk iklan atau pemasaran tertarget.
Menurut Anda?
Sumber : merdeka.com