Bandarlampung, Lampungnews.com — Lada, disebut juga Merica/Sahang, dengan nama latin piper nigrum adalah tanaman yang kaya akan kandungan kimia, seperti minyak lada, minyak lemak, juga pati. Lada bersifat sedikit pahit, pedas, hangat, dan antipiretik (Wikipedia).
Sebuah hasil penelitian oleh Risfaheri (2012) menunjukkan bahwa mengonsumsi lada hitam dapat membantu mengontrol lemak dalam darah dan membantu mengatasi masalah pencernaan.
Di Indonesia sendiri, dari tahun 1970-an, produksi lada cenderung terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2016, produksi lada Indonesia adalah sebesar 86334 ton, dan pada tahun berikutnya, tahun 2017, produksi lada meningkat sebesar 87991 ton. Berdasarkan grafik, Provinsi Lampung merupakan penghasil lada kedua terbesar di Indonesia, dan merupakan provinsi penghasil lada hitam terbesar di Indonesia.
Sekitar 52% areal perkebunan lada, terdapat di Lampung dan Bangka Belitung, sisanya terdapat di provinsi lain, terutama Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara, yang merupakan sentra produksi baru. Akan tetapi, belakangan ini, produktivitas lada di Lampung terus menurun dari 499 kg/ha pada tahun 2016, menjadi 449 kg/ha pada tahun 2017.
Menurut Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Lampung Dessy Desmaniar mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, terjadi pengurangan lahan area lada yang diakibatkan faktor kekeringan, serangan penyakit busuk pangkal batang, hama penggerek batang dan buah serta konversi areal lada baik untuk tambang maupun maupun komoditas lain seperti sawit dan karet. Karena permintaan lada hitam yang sangat banyak tetapi produksinya tidak mencukupi permintaan, maka pemerintah melakukan impor lada hitam.
Pada tahun 2017, kabupaten/kota di Lampung yang memiliki produksi lada terbesar adalah Kabupaten Lampung Utara dengan total produksi 3520 ton dan menyumbang hingga 25% produksi lada di Lampung. Kabupaten/kota produsen lada terbesar kedua di Lampung adalah Kabupaten Lampung Barat dengan total produksi 3021 ton dan menyumbang 22% produksi lada di Lampung.
Jika dilihat dari jumlah petani, Kabupaten Lampung Utara memiliki jumlah petani lada terbanyak di Lampung, yaitu 16743 orang petani. Kemudian di posisi kedua, ada Kabupaten Way Kanan yang memiliki petani lada sebanyak 15285 orang.
Jika kita melihat data total produksi dan jumlah petaninya, dapat dilihat Kabupaten Way Kanan memiliki petani terbesar kedua di Lampung, namun produksinya tidak lebih besar dari Lampung Barat yang memiliki petani lada hanya 7680 orang saja.
Bila dihitung, pada tahun 2017, rata-rata seorang petani di Lampung mampu menghasilkan 0,41 ton lada per orang. Namun, petani Way Kanan hanya mampu menghasilkan 0,12 ton lada per orang. Hal ini sungguh disayangkan mengingat banyaknya petani lada di Way Kanan.
Tetapi, pemerintah Kabupaten Way Kanan sedang berupaya terus meningkatkan hasil panen dan kualitas lada dengan memberikan bimbingan pengembangan pemberdayaan kelembagaan bagi petani setempat agar bisa meningkat hasil panennya, serta harga jualnya semakin meningkat, kata Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Way Kanan, Bani Aras.
Diharapkan, Kabupaten Way Kanan menjadi pendongkrak bagi Lampung untuk bisa tetap menjadi penghasil lada hitam terbesar di Indonesia.
Ketua Dewan Rempah Indonesia (DRI) Wilayah Lampung, Untung Sugiyatno, mengatakan ada beberapa langkah dan kegiatan DRI Wilayah Lampung dalam upaya membantu pemerintah mengembalikan kejayaan rempah-rempah tanah air, termasuk lada.
Untung mengatakan, akan melakukan koordinasi dan konsultasi dengan DRI Pusat, termasuk juga dengan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. “Kami juga akan mensosialisasikan penerapan GAP (Good Agricultural Practice), GHP (Good Handling Practice), dan GMP (Good Manufacturing Practice) kepada petani lada di Lampung,” ujar Untung.
Berkaca dari negara importir lada hitam terbesar Indonesia, Vietnam. Pada tahun 90-an, Vietnam belajar mengembangkan tanaman lada di Indonesia. Namun, tidak sampai 15 tahun kemudian, mereka telah mengalahkan Indonesia sebagai eksportir utama lada dunia.
Mereka berhasil memacu peningkatan produktivitas lada menjadi sekitar 2,5 – 32 ton/ha/tahun. Angka ini sangat tinggi bila dibandingkan dengan produktivitas lada Indonesia yang masih kurang dari satu ton/ha/tahun. Hal ini dikarenakan mereka sudah menerapkan teknologi yang canggih dalam produksinya.
Mereka saat ini sudah melakukan pengembangan dan modifikasi teknologi budidaya, sehingga lada dapat tumbuh di berbagai agroekosistem dengan produktivitas yang stabil. Hal ini patut mendapat perhatian di Indonesia.
Upaya yang dapat dilakukan, selain memberikan penyuluhan kepada petani, adalah mengembangkan inovasi-inovasi diversifikasi produk berbasis lada dan meningkatkan kualitas produk lada. Atau bisa juga melakukan pengembangan modifikasi budidaya dengan memanfaatkan keunikan biologis lada dan karakteristik tanaman lada, ujar Syakir yang memperoleh gelar Doktor Agronomi dari Institut Pertanian Bogor pada 2005.
Dengan begitu, diharapkan produksi lada di Indonesia, khususnya Lampung, akan memberikan dampak yang positif terhadap produksi lada dan mengembalikan kejayaan lada Indonesia yang sempat meredup. (*)
Penulis : Febby Risandini, Mahasiswa Politeknik Statistika (STIS) Jakarta