Jakarta, Lampungnews.com – Organisasi Pasien Kanker Cancer Information and Support Center (CISC) menggelar Konferensi Pers bertema “Kanker Paru ALK+: Kenali, Periksa, Tangani Bersama” sebagai bagian dari rangkaian kegiatan peringatan Bulan Peduli Kanker Paru-paru sedunia pada Kamis, (28/11/2018) di Hong Kong Cafe, Jakarta Pusat.
Hadir sebagai narasumber: dr. Sita Laksmi Andarini, Ph.D, Sp.P (K), dari RSUP Persahabatan, dr. Evelina Suzanna, Sp.PA dari Pusat Kanker Nasional RS Kanker Dharmais, Marchadi selaku pasien kanker paru, dan Ibu Megawati Tanto dari Cancer Information and Support Center (CISC).
dr. Sita Laksmi Andarini, Ph.D, Sp.P (K), dari RSUP Persahabatan menjelaskan bahwa Indonesia penyakit kanker paru menjadi nomor 1 diantara penyakit kanker lainnya. Data menunjukkan bahwa sebanyak 67,4% pada prevalensi usia muda terkena kanker paru terutama pada pria dan menjadi nomor 3 angka tertinggi di dunia. Angka prevalensi rokokpun nantinya dapat naik hingga 70% pada tahun 2020.
Dr. Sita menambahkan bahwa 7 orang dari 10 pria di Indonesia adalah perokok dan menghabiskan penghasilannya sebesar 11% (400-500 ribu) untuk rokok. Hal ini sama dengan pembelanjaan telur susu dan sumber protein untuk rumah tangga. Diprediksi pada tahun 2025, adanya peningkatan perokok sebesar 79% dikarenakan prevalensi rokok sendiri efeknya ke 20 tahun mendatang sejak tahun 1900 di Indonesia.
“Baik Rokok Kretek dan Rokok elektrik sama-sama membahayakan. Di dalam Rokok Elektrik memiliki kandungan nikotin lebih tinggi dan asap yang tebal. Sudah ada 200 lebih kasus gawat napas paru karena rokok elektrik dan menjadi salah satu penyakit dengan terminologi baru bernama e-cigarette or vaping product use associated lung injury (EVALI)”ujar Sita.
dr. Evelina Suzanna, Sp.PA dari Pusat Kanker Nasional RS Kanker Dharmais mengatakan bahwa testing ALK+ sudah ada di tujuh propinsi seperti di Surabaya, Jogja, Bandung, Jakarta. Dan pemeriksaannya pun sangat relatif, tergantung kanker yang dimiliki oleh para pasien.
“Jika obatnya mahal ya jadi mahal. Untuk saat ini pemeriksaannya berkisar antara 500-850 ribu dan masih sesuai standar laboratorium. Kita berusaha memodifikasi agar produksinya semakin banyak dan juga akan bermanfaat sangat besar sebagai penanganan kanker di Indonesia”ungkap Evelina.(michell)