Jakarta, Lampungnews.com – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar konferensi pers terkait penyampaian sikap resmi KSPI dengan draft Omnibus Law Cipta Kerja yang sudah masuk ke DPR RI pada Minggu, (16/02/2020) di Jakarta.
Omnibus Law Cipta Kerja sendiri berakibat hilangnya uang pesangon dan upah minimum serta jaminan sosial buruh, penggunaan TKA buruh kasar yang dipermudah, penggunaan outsourcing dan kontrak yang masif dan tanpa batas, dihilangkannya sanksi pidana bagi pengusaha nakal dalam RUU Cipta Kerja yang sudah diterima DPR RI tersebut.
Ketua Harian KSPI, Muhammad Rusdi mengungkapkan bahwa aturan-aturan untuk pesangon sendiri tidak ada. Selain itu, pekerja kontrak di Indonesia akan semakin di perluas yang tadinya hanya di batasi pada lima pekerjaan (usaha pelayanan kebersihan, usaha penyedia makanan, tenaga pengaman, jasa penunjang pertambangan dan perminyakan serta usaha di bidang jasa transportasi/driver) tetapi saat ini semua profesi dapat di outsourcing/kontrak sepanjang tahun.
“Jaminan sosial sudah dikaji dengan status pekerjaan yang makin fleksibel maka nasib perlindungan jaminan sosial tidak ada. Kalau hitungan perjam basisnya tidak ada. Jika perusahaan memutus kontrak karyawannya itu juga termasuk PHK. Ketika nanti mayoritas statusnya kontrak maka nasib jaminan sosial akan hancur. Padahal, kekisruhan Omnibus Law sudah di tingkat presiden, sampai detik ini presiden tidak pernah mengundang buruh terkait Omnibus Law yang notabenenya berdampak kepada nasib buruh. RUU tersebut tertutup dalam prosesnya dan menjadi sebuah pertanyaan apakah pemerintah memang tidak berpihak kepada masyarakat,”kata Rusdi.
Presiden KSPI, Said Iqbal menyebut bahwa KSPI tidak dilibatkan ke dalam tim yang dibentuk oleh Menko Perekonomian dalam SK Menko Perekonomian No 121/2020.
“Kami menolak SK Menko Perekonomian No 121/2020, Dalam prinsip Draft RUU Omnibus Law sendiri bicara investasi, hasilnya membahas tentang reduksi kesejahteraan buruh seperti tidak adanya job security yaitu PHK di permudah, penggunaan outsourcing yang bebas dan tidak kenal batas waktu, TKA buruh kasar berpotensi bisa masuk ke Indonesia. Begitu pula tidak adanya income security dan jaminan sosial. Hal tersebut akan menciderai masa depan anak-anak kita yang nantinya dikontrak seumur hidup,”ungkap Said Iqbal.(michell)