Jakarta, Lampungnews.com – Ketua Harian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), Arif Hidayat mengungkapkan telur rebus dapat menjadi salah satu alternatif pengganti susu untuk bayi dengan usia dibawah 12 bulan.
Sebab menurutnya protein yang terkandung dalam telur rebus diharapkan dapat mengisi asupan gizi seimbang bagi bayi dibawah tiga tahun (batita). Hal ini diungkapkan Arif dalam acara Diskusi Media “Laporan Capaian Edukasi dan Peningkatan Literasi Gizi Masyarakat 2022” Senin (12/12/2022).
“Kalau sebagai pengganti susu, salah satu intervensi yg dilakukan pemerintah Jawa Timur dengan memberikan telor satu hari perbutir bagi yang stunting,”kata Arif.
“Proteinnya cukup baik untuk memenuhi kebutuhan tubuh, apalagi diberikan kepada anak stunting,”tuturnya.
Pada kesempatan itu, dia menyampaikan YAICI bersama dengan para mitra khususnya Majelis Kesehatan PP Aisyiyah dan PP Muslimat Nahdathul Ulama telah melakukan edukasi untuk peningkatan literasi gizi yang menjangkau lebih dari 40.000 masyarakat dan kader kesehatan di berbagai daerah.
“Selama ini kita selalu berlindung dibalik alasan masyarakat kesulitan ekonomi sehingga tidak sanggup mencukupi gizi keluarganya. Tapi di luar itu, ada hal-hal yang sebetulnya bisa kita lakukan untuk memperbaiki gizi masyarakat, salah satunya adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang gizi. Setidaknya, dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi, masyarakat dapat lebih memprioritaskan pengeluaran rumah tangganya,”kata Arif.
Lebih lanjut, ia mencontohkan temuan-temuan menarik di sejumlah daerah saat melakukan sosialisasi dan edukasi untuk kader kesehatan dan masyarakat. “Di Timor Tengah Selatan, kami mewawancarai keluarga-keluarga yang mengaku penghasilan keluarga tidak cukup untuk makan sehati-hari, tapi memberi jajan anak-anaknya bisa 10 ribu dalam sehari. Uang tersebut dibelikan makanan dan minuman ringan dengan perisa seperti sirop atau teh kemasan,”ujar Arif Hidayat.
Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah Dra. Chairunnisa menambahkan di tahun 2022, Aisyiyah dan YAICI melakukan kerjasama dengan penelitian yang menyasar ibu dan balita yang dilakukan oleh kader. Penelitian ini dibuat untuk lebih mendalami penyebab kejadian stunting.
“Dari hasil penelitian tersebut, kental manis masih banyak di konsumsi oleh masyarakat, terutama di remote area. Berdasarkan penelitian Aisyiyah, faktor pemberian kental manis karena pemasukan bulanan mereka yang masih banyak dibawah Upah Minimum Regional (UMR),” jelasnya.
Ketersediaan kental manis yang dapat ditemukan dimana saja dan mudah dijangkau itulah yang dijadikan dasar Aisyiyah untuk melakukan edukasi dan literasi terkait gizi. Banyak masyakarat daerah yang akhirnya menjadikan kental manis sebagai opsi untuk pemberian nutrisi gizi bagi anak. “Literasi masih sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan terkait gizi dan stunting,” lanjutnya.
Sementara itu, Ketua Bidang Kesehatan PP Muslimat NU, Dr. Erna Yulia Soefihara, mengatakan perlunya menekankan kepada remaja putri, calon ibu, dan ibu muda bahwa anak itu investasi. “Punya anak cerdas itu investasi di masa depan. Kita harus memberikan edukasi mengenai kebutuhan protein tinggi dan asupan gizi yang cukup,”ujarnya.
Erna pun mengakui bahwa sebagai bagian dari masyarakat, perlu adanya keterlibatan semua sektor dalam membantu program pemerintah terkait penurunan prevalensi stunting di Indonesia. “Persoalan-persoalan terkait gizi dapat dilakukan bersama dan pendekatan perubahan perilaku dilakukan dengan melibatkan banyak orang, salah satunya ibu muda dengan edukasi tersebut terkait asupan gizi.”kata dia.
Sebagai informasi, YAICI bersama para mitra telah melakukan edukasi dalam bentuk penyuluhan ke masyarakat, distribusi materi edukasi gizi, hingga optimalisasi edukasi melalui metode story telling.
Selain melakukan penyuluhan langsung ke masyarakat, juga dilakukan pengumpulan data-data di lapangan terkait pengetahuan, pola konsumsi dan kebiasaan-kebiasaan yang memengaruhi status gizi masyarakat.
Temuan tersebut selanjutnya akan menjadi rekomendasi terhadap pemerintah dalam rangka penurunan prevalensi stunting dan peningkatan status gizi masyarakat.YAICI juga berkolaborasi dengan sejumlah kampus dan universitas untuk menyelenggarakan edukasi gizi dengan menyasar mahasiswa.
Lebih lanjut, YAICI bersama 4 universitas yaitu UI, Unair, Unes dan UMY juga melakukan penelitian bersama terkait gizi. Kerjasama ini digagas sebagai bentuk dukungan YAICI terhadap dunia pendidikan dengan meningkatkan literatur dan kajian-kajian gizi masyarakat.(*)