Jakarta, Lampungnews.com– Pengacara Kamarudin Simanjuntak meminta kepada pihak kepolisian RI untuk memberantas mafia tanah. Hal ini sebagai respons atas fenomena salah satu kliennya Ike Farida, yang hingga kini tak kunjung menerima unit apartemen dari pengembang PT Elite Prima Hutama sejak 11 tahun silam.
Kasus berawal dari Ike Farida yang membeli apartemen dari pengembang, PT Elite Prima Hutama (PT EPH), anak perusahaan PT Pakuwon Jati, Tbk., yang sudah dibayar lunas sejak 30 Mei 2012. Namun hingga kini, unit apartemen yang dibelinya tak kunjung didapatkan.
“Ike tanpa henti mengerahkan segala daya upayanya untuk memperjuangkan hak-haknya. Sebelumnya, Ike melaporkan pihak PT EPH, Alexander Stefanus, Stefanus Ridwan, dan beberapa jajarannya atas dugaan tindak pidana penggelapan dan penipuan,”kata Kamarudin dalam konferensi pers di Gedung Wirausaha Lantai 3, Farida Law Office, Jakarta, Sabtu (7/1/2023).
Namun, kasusnya dihentikan secara cepat dan berakhir pada SP3 meskipun Alexander Stefanus telah ditetapkan sebagai tersangka. Penghentian kasus LP No LP/2621/X/2012/PMJ/Ditreskrimum yang dilaporkan Ike sangat janggal dan menimbulkan dugaan kuat bahwa ada ketidakberesan dalam penanganan kasus ini.
Selain itu, meski Ike telah memenangkan gugatan kepada PT EPH dalam tahap Peninjauan Kembali (PK) sebagaimana Putusan MA RI No. 53 PK/Pdt/2021. Putusan tersebut seakanakan tidak berguna dan diindahkan oleh PT EPH. PT EPH yang kalah justru melaporkan balik Ike ke Polda Metro Jaya atas tuduhan memberikan sumpah palsu dalam persidangan
terkait penemuan bukti baru (novum).
“Tuduhan tersebut sama sekali tidak berdasar dan tidak didukung oleh bukti yang cukup. Sudah jelas dan nyata faktanya bahwa Ike sama sekali tidak pernah bersumpah sebagai penemu novum karena memang bukan Ike yang menemukan novum dan melakukan sumpah tersebut,”kata dia.
Dia menilai pihak kepolisian yang seharusnya membantu Ike justru malah memproses perkara ini dengan kilat. Ike yang ditindas oleh PT EPH semakin dipojokkan oleh kepolisian.
Ditambah, penyidik juga salah mengartikan Pasal 242 KUHP yang dituduhkan kepada Ike. Pasal 242 KUHP umumnya digunakan sebagai tindak lanjut kekuasaan hakim sebagaimana ketentuan Pasal 174 KUHAP, adapun yang berwenang melakukan penilaian terhadap sumpah palsu adalah Hakim Ketua.
“Kepolisian sama sekali tidak berwenang untuk menentukan apakah sebuah sumpah itu palsu atau bukan. Pembuktian sumpah palsu harus sesuai dan melalui prosedur yang diatur dalam KUHAP,”kata dia.
Lebih lanjut, Ike selaku pembeli kata Kamarudin telah mengikuti hukum yang berlaku dan memenangkan berbagai
putusan gugatan semakin menegaskan bahwa kliennya tidak bersalah. Sehingga penetapan tersangka dan bahkan dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) adalah hal di luar nalar dan aturan yang tidak bisa diterima sama sekali.
“Penetapan Ike sebagai DPO tidak lain hanya akal-akalan agar praperadilan yang sedang diajukan Ike atas Laporan Polisi kepada PT EPH atas dugaan penipuan dan penggelapan yang dihentikan PMJ ditolak Majelis Hakim. Mengingat berdasarkan SEMA No. 1 tahun 2018, DPO atau keluarganya yang mengajukan praperadilan wajib ditolak,”tuturnya.
Tak gentar melawan ketidakadilan, Ike lanjutnya meminta perlindungan hukum dari Kemenkumham, DPR RI, Kompolnas, Ombudsman RI, Komnas HAM, Komnas Perempuan, Indonesia Police Watch, hingga Presiden karena Hak Asasi Manusia untuk memiliki tempat tinggal, diperlakukan diskriminatif karena kawin dengan orang asing, dan hak Ike lainnya telah direnggut dari tangannya.
Hal ini membuahkan hasil dimana Dirjen Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan HAM RI, Dr. Mualimin Abdi, S.H., M.H., telah meminta Kapolda Metro Jaya, Irjen. Pol. Fadil Imran untuk melakukan evaluasi guna menghentikan penyidikan laporan PT EPH yang menuduh Ike melakukan sumpah palsu. Rekomendasi ini muncul karena adanya Putusan PN Jaksel No.119/Pdt.Bth/2022/PN.Jkt.Sel tanggal 3 Agustus 2022 yang menyatakan bahwa PT EPH adalah PELAWAN YANG TIDAK BENAR dan menolak perlawanan pelawan untuk seluruhnya.
“Karena ada yang tidak beres saya ikut terpanggil untuk bela Ike, memang di polda ini banyak mafianya. Bagaimana mungkin Ike ini dijadikan tersangka sumpah palsu dan memalsukan dokumen.
Ike ini gak sumpah atau nyuruh orang lain sumpah, yang sumpah itu penemu novum namanya Monica. Kalau dokumen palsu tidak ada itu, ini perjanjian kawinnya asli sudah didaftarkan pula di KUA Kecamatan Makassar, Jakarta Timur.”ujar dia.
Oleh karena itu, dia meminta kepada kepolisian sebagai penegak hukum garda terdepan harus mengevaluasi kembali perkara ini. Dia menyebut rentetan ketidakadilan yang didapatkan oleh Ike seharusnya dapat menggerakkan para Aparat Penegak Hukum (APH).
“APH harusnya berbondong-bondong untuk melindungi Ike, terkhusus pihak
kepolisian untuk mengevaluasi serta menghentikan kasus ini. Bukankah seharusnya kepolisian membela pihak yang benar, bukan membela pihak yang dapat mempermainkan dan menyalahi hukum,”ujar Pengacara Brigadir J ini.(*)