Jakarta, Lampungnews.com– Menteri Sosial Tri Rismaharini mengungkapkan program pemberdayaan merupakan upaya pemerintah dalam mengatasi kemiskinan. Salah satu upaya Kemensos dalam pemberdayaan adalah mengembangkan Program Pahlawan Ekonomi Nusantara (PENA).Dalam forum High-Level Roundtable “Start-up Asia: Chasing the Innovation Frontier – The Case of Indonesia” yang diselenggarakan OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) Development Center dan UE secara daring, di Jakarta, Rabu (05/04) lalu.
Mensos mencontohkan ide PENA direplika dari Program Ekonomi (PE) Surabaya pada tahun 2010 yang berhasil menurunkan angka kemiskinan di Kota Surabaya saat ia menjadi Wali Kota.
“Pendekatan ini (pemberdayaan ekonomi) direplikasi dan dimodifikasi untuk program nasional yang disebut Program PENA,” kata Mensos dikutip dalam rilis resmi Kemensos, Jumat (7/4/2023).
Program PENA memberikan pelatihan dan pendampingan untuk menumbuhkan kapasitas penerima manfaat dalam menciptakan kewirausahaan atau usaha rintisan (start-up) yang berkelanjutan.
“Saat saya mulai, kemiskinan di Surabaya mencapai 14%. Langkah diambil dalam tonggak sejarah. Menjangkau hanya 86 perempuan dari daerah pinggiran di Surabaya, kami memulai Pahlawan Ekonomi Surabaya (PE) pada tahun 2010,” ungkapnya.
Selama perjalanan sepuluh tahun itu, katanya, peserta tumbuh dari 86 menjadi 12.382 pada tahun 2020. Beberapa dari kelompok tersebut kemudian menguasai keterampilan dan mencapai level baru sebagai jutawan dan miliarder.
Angka kemiskinan turun drastis menjadi 5%.Serupa dengan PE, Program PENA kemudian direplika dan dimodifikasi oleh Kementerian Sosial di era kepemimpinannya.
PENA sebagai program kewirausahaan menyasar kelompok miskin dan rentan yakni penerima manfaat program bantuan sosial (Program Keluarga Harapan dan Program Sembako) dengan memberikan pelatihan dan pendampingan untuk menumbuhkan usaha berkelanjutan. Bedanya, ditambah bantuan modal yang disesuaikan rencana bisnis atau usaha penerima manfaat.
“Tahun lalu kami memulai dengan 5.209 keluarga dan berencana memperluas lebih jauh menjadi 7.500 keluarga tahun ini,” kata Mensos.
Penerima manfaat PENA dipilih melalui serangkaian proses seleksi dengan kriteria tertentu seperti kelompok usia produktif dan memiliki rintisan usaha (start up). Rencana ide usaha kemudian diajukan hingga diproses untuk diseleksi. Jika diterima, penerima akan mendapatkan manfaat penuh dari PENA termasuk modal dan konsultasi bisnis.
“Semua penerima manfaat PENA diberikan akses sesi mingguan dengan mentor yang membantu mereka dalam pengembangan produk, pemasaran digital, dan pengelolaan keuangan,” ungkap Risma.
Tak hanya itu, Kementerian Sosial juga mendorong pemberdayaan ekonomi inklusif dengan menyasar program PENA untuk penyandang disabilitas.
“Kalau penyandang disabilitas, gelandangan, pengemis, dan kelompok jalanan lainnya bisa melakukannya, siapapun juga bisa melakukannya. Aku percaya semua orang bisa hidup lebih baik, keluar dari kemiskinan,”ungkapnya.
Sejak 2016, Indonesia telah mendukung pengembangan start-up melalui beberapa program yaitu dukungan inkubasi dan pendampingan untuk menumbuhkan inovasi-inovasi dengan tujuan pembangunan inklusif dan berkelanjutan.
Dalam hal ini Direktur OECD Development Center Ragnheiður Elín Árnadóttir mengatakan, OECD menempatkan Indonesia dalam prioritas utama agenda pembangunan.
“Kami menyadari setelah melihat penjelasan inovasi (pemerintah Indonesia) bahwa membentuk kewirausahaan adalah kunci meningkatkan pertumbuhan ekonomi,”katanya.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno yang juga hadir dalam forum mengatakan peran Pemerintah Indonesia baik Kemensos, Kemenparekraf, dan Kominfo dalam pengembangan startup tidak hanya menghasilkan dampak ekonomi tetapi juga memberikan manfaat tambahan lingkungan sosial.
“Pemerintah memiliki kepedulian yang sangat terhadap program start-up seperti dengan melakukan undangan, pelatihan, promosi, di dalam negeri dan juga di luar negeri,”kata Sandiaga.
Sementara itu, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam Vincent Piket mengatakan contoh kondisi start-up di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang cepat. Di saat yang sama, pemerintah telah membuka kesempatan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat miskin dengan memberikan akses kepada teknologi dan berbagai layanan.
“Agenda pertumbuhan yang bagus di Indonesia untuk membantu mempercepat pertumbuhan ekonomi, seperti yang disebut Pak Sandiaga Uno dan terima kasih untuk Menteri Sosial Tri Rismaharini yang telah terus mendukung kewirausahaan kelompok rentan dan disabilitas. Hal ini tentunya bisa dijadikan contoh bagi negara-negara lainnya dalam membuat unit-unit usaha mikro, start-up baru bagi kelompok masyarakat miskin untuk menjadi berdaya dan mandiri,”katanya.
Annalisa Primi, Kepala Bidang Pengembangan dna Transformasi Ekonomi OECD Development Centre, juga mengungkapkan apresiasi luar biasa yang telah dikerjakan Mensos Risma selama ini.”Terima kasih Mensos Risma atas upaya nyata (real) membentuk kewirausahaan inklusif mikro untuk membantu warga miskin menjadi sejahtera. Praktik baik yang bisa dicontoh para pemangku kepentingan lainnya,”pungkas Annalisa.
Acara juga dihadiri oleh Kementerian Kominfo, dan perwakilan organisasi/lembaga baik nasional dan internasional serta perwakilan Start-up Indonesia lainnya.OECD merupakan sebuah organisasi internasional beranggotakan 38 negara maju yang berpusat di Paris, Perancis, memiliki misi untuk membentuk kebijakan yang mendorong kemakmuran, kesetaraan, kesempatan dan kesejahteraan bagi semua pihak. OECD menggandeng sejumlah negara sebagai mitra utama, salah satunya Indonesia. Adapun sesi The Roundtable membahas transformasi ekonomi di Asia yang mengerucut gambaran start-up di Asia.(*)