Jakarta, Lampungnews.com — Maraknya kasus perdagangan orang membuat pemerintah melakukan berbagai langkah sinergis dalam penindakan terhadap pelaku maupun penanganan terhadap korban.
Dalam memberantas praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), langkah yang dilakukan tidak hanya menjerat pelaku TPPO dengan hukuman, tetapi pemerintah juga fokus pada penanganan korban TPPO.
Kementerian Sosial menjadi salah satu Kementerian yang terlibat dalam penanganan korban TPPO berkolaborasi dengan Polri dan kementerian/lembaga lain.
“Kemensos memiliki sebuah kewenangan dan tanggung jawab dalam hal penanganan proses rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial akibat tindak pidana perdagangan orang,” kata Plh. Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial, Robben Rico.
Pada Konferensi Pers di Polda Metro Jaya yang dihadiri juga oleh Kabareskrim Komjen Wahyu, Kamis (20/7), Robben mengatakan pihaknya telah melakukan penanganan terhadap 618 korban TPPO. Penanganan ini dilakukan oleh 37 UPT Kemensos di seluruh Indonesia.
“Total per 20 Juli 2023 sudah ada 618 korban. Kami bertugas memulangkan mereka kerumah masing-masing bekerjasama dengan Kemenlu, namun kami tampung dulu sementara di sentra dan balai kami,” tambahnya.
Berdasarkan hasil asesmen, latar belakang terjadinya praktik TPPO karena permasalahan ekonomi dan kondisi kemiskinan yang dialami. Atas alasan itu, Kemensos memberikan layanan rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial bagi para korban TPPO.
“Selain melakukan pemulangan, Kemensos juga berupaya menyelesaikan beberapa permasalahan para korban. “Kami selesaikan pembayaran hutang mereka, kemudian melakukan proses pemberdayaan kewirausahaan, karena rata-rata semuanya terjebak dalam iming-iming uang, kemudian menjual organ tubuhnya dan juga ada yang terjerat masalah hutang,” jelas Robben.
Kemudian, Kemensos juga membantu biaya kesehatan hingga mengakseskan korban pada program PBI JKN agar para korban mendapat asuransi kesehatan.
Pemenuhan kebutuhan hidup layak juga diberikan kepada para korban, mengingat kondisi korban yang tidak lagi memiliki harta benda karena telah dijual untuk biaya keberangkatannya saat terjerat praktik TPPO.
Tidak hanya itu, berdasarkan hasil asesmen, beberapa korban yang memiliki rumah tidak layak huni diberikan bantuan rehabilitasi rumah.
Bekal pelatihan vokasional juga diberikan agar para korban kedepan bisa mandiri secara ekonomi. Hal ini untuk menghindari mereka dari iming-iming pendapatan besar oleh pelaku TPPO.
Robben berharap, berbagai upaya penanganan ini bisa mengeluarkan mereka dari kondisi kemiskinan dan mereka tidak lagi terjebak praktik TPPO.
Sebagai informasi, berdasarkan data Kemensos, korban terbanyak berasal dari NTT, NTB, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sulawesi Tengah. Para korban ini masuk dalam kategori miskin dan miskin ekstrem.(*)