Jakarta, Lampungnews.com– MARAPI Consulting & Advisory dan PERSADA (Perhimpunan Alumni Dari Jepang) menggelar webinar dengan tema “Masa Depan Kerja Sama Bilateral Indonesia – Jepang” pada Rabu (16/8) lalu.
Webinar turut menghadirkan 3 narasumber yaitu Dr. Atsushi Yasutomi (Eikei University of Hiroshima), Dr. Saya Kiba (Kobe City University of Foreign Studies, Kobe) dan Ishaq Rahman, M.Si (Dosen HI FISIP UNHAS dan Sekretaris Jenderal AIHII/Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia), serta 2 penanggap yaitu Wira Halim (Direktur MARAPI C&A) dan Gusti Raganata (anggota PERSADA dan dosen politik).
Pembicara pertama Dr. Atsushi Yasutomi bericara mengenai pandangan Jepang terhadap keamanan. Dia lebih menekankan soal kebijakan keamanan Jepang di Asia Timur dengan mempertimbangkan dan melihat perkembangan di Eropa terutama perang di Ukraina karena invasi Rusia yang merupakan pelanggaran hukum internasional.
“Artinya Jepang saat ini cukup kuatir akan terjadi konflik di masa depan antara China dengan Taiwan. Perkembangan Cina dan Semenanjung Korea telah menjadi ancaman bagi keamanan Jepang,”kata Dr. Atsushi.
Oleh karena itu, Jepang, kata Dr. Atsushi mulai meningkatkan upaya keamanan dengan pengembangan strategi keamanan yang baru yakni mengeluarkan kebijakan pertahanan yang lebih melihat ancaman eksternal dengan melakukan kerjasama dengan negara sekutu dan mitra, perubahan institusi pertahanan (Kemhan), peningkatan anggaran militer, perubahan undang-undang untuk mendukung transfer persenjataan, dan lainya.
“Hal ini disebut oleh pengamat luar sebagai normalisasi militer Jepang yang tadinya sangat pasifis menjadi seperti militer di negara lainnya dengan melakukan kerjasama internasional dengan negara sahabat,”katanya.
Kemudian pembicara kedua Dr. Saya Kiba, pengajar Kobe University of Foreign Studies memaparkan bahwa setelah Perang Dunia II, Jepang berfokus pada pembangunan kembali, dengan mengembangkan industri dan pabrik.
Jepang mengembangkan Doktrin Fukuda, di mana Jepang tidak akan menjadi kekuatan militer. Karena itu, akan mengembangkan hubungan dengan cara “heart-to-heart.” Cara seperti dengan mengenalkan hal baik tentang Jepang: produk, budaya.
“Namun begitu, sejak pemerintahan Perdana Menteri Abe, Jepang mulai mengembangkan isu keamanan,”ucapnya.
Jepang, katanya juga ingin memunculkan SDF keluar, termasuk ASEAN dan Indonesia. Dalam hal ini, Jepang mengirimkan SDF untuk melakukan beberapa hal seperti Capacity Building dan Joint Exercise. Jepang juga telah mengembangkan kerja sama keamanan (contoh dalam transfer senjata).
Selain itu, Jepang memberlakukan ODA (Overseas Development Assistance) dalam bentuk keamanan, yaitu OSA (Overseas Security Assistance) yang menerima antara lain Philippines, Malaysia dan Papua New Guinea (PNG).
Pembicara terakhir pengajar Hubungan Internasional Universitas Hasanuddin, Ishaq Rahman, M.Si mengatakan setelah Perang Dunia II, Demokrasi telah menjadi sebuah alat kebijakan luar negeri yang penting bagi dunia, terutama oleh Barat.
Dalam hal ini, Jepang juga turut mengadopsi demokrasi dimana saat ini dinamika perpolitikan Jepang telah menunjukkan keinginan kuat untuk memasuki lingkungan internasional. Termasuk dengan memberikan mekanisme donor demokrasi, yang diberikan secara sukarela.
“Saat ini Jepang telah secara aktif memberikan bantuan. Bahkan menjadi salah satu pendonor terbesar bagi dunia, termasuk bagi negara ASEAN. Yang mana bertujuan untuk meningkatkan pengaruh dan prestise Jepang di sejumlah negara,”tutur Sekjen Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII) ini.(*)