Makassar, Lampungnews.com – Perlindungan dan pemenuhan hak disabilitas di ASEAN dilakukan secara komprehensif meliputi aspek pendidikan, kesehatan, penyediaan lapangan pekerjaan dan perlindungan sosial. Penanganan komprehensif ini diperlukan agar penyandang disabilitas bisa mandiri sekaligus untuk meningkatkan harkat dan martabat mereka.
Demikian salah satu pokok persoalan yang mengemuka dalam Forum Tingkat Tinggi ASEAN tentang Pembangunan Inklusif Disabilitas dan Kemitraan Pasca Tahun 2025 atau The ASEAN High Level Forum (AHLF) on Enabling Disability-Inclusive Development and Partnership beyond 2025. Event internasional yang berlangsung di Makassar, 10-12 Oktober 2023, tersebut dihadiri dihadiri 13 perwakilan negara baik dari ASEAN, pengamat dan perwakilan negara lain.
Para peserta forum ini terdiri dari Menteri dan Pejabat Senior ASEAN yang bertanggungjawab atas kesejahteraan sosial dan pembangunan di badan sektoral terkait, entitas terafiliasi ASEAN dan mitra. AHLF 2023 merupakan salah satu rangkaian KTT ASEAN di bawah keketuaan Indonesia.
Sejumlah pembicara tampil pada hari pertama AHLF yang berfokus pada identifikasi tantangan di ASEAN untuk memperkuat pembangunan inklusifitas disabilitas. Diulas pula berbagai persoalan serta pembelajaran dari dampak pandemi terhadap kehidupan para penyandang disabilitas.
Dalam sambutan pembukaan, Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan disabilitas bukan hanya isu di ASEAN, tetapi juga menjadi isu dunia karena jumlah penyandang disabilitas cukup besar. Di ASEAN, ada sekitar 62 juta penyandang disabilitas. Sedangkan, di Indonesia, ada sekitar 22,9 juta jiwa. Karena itulah, AHLF mengundang peserta dari Amerika Serikat, Inggris dan Australia untuk melihat bagaimana negara-negara ASEAN sudah berupaya menangani disabilitas secara baik sekaligus berdiskusi dan bertukar pengalaman.
“Kami berharap melalui AHLF ini, penanganan disabilitas di ASEAN bisa lebih baik lagi di masa-masa yang akan datang,” kata Mensos di hadapan media usai sesi pembukaan di Makassar, Selasa (10/10/2023).
Hadir dalam pertemuan itu, Ketua Komisi VIII RI Ashabul Kahfi mengatakan pihaknya sangat mengapresiasi langkah yang dilakukan Kemensos dalam penyelenggaraan AHLF. Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, memang pemerintah didorong supaya menjalin kerja sama dengan banyak pihak agar bisa memberikan pelayanan yang lebih baik lagi bagi penyandang disabilitas.
Pelayanan ini sangat penting agar penyandang disabilitas bisa mandiri sekaligus untuk mengangkat harga dan martabat penyandang disabilitas. “Kemensos, selama ini, sangat memperhatikan hak-hak penyandang disabilitas. Dari anggaran sekitar Rp80 triliun, sebagian digunakan untuk memberdayakan penyandang disabilitas,” katanya.
Pemenuhan hak disabilitas merupakan upaya mewujudkan desain pembangunan manusia Indonesia dimana tidak ada satupun yang tertinggal, termasuk disabilitas. Pernyataan ini disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Prof. Nunung Nuryartono.
Menurutnya, Kementerian Sosial selama ini sudah merancang banyak program agar penyandang disbilitas bisa keluar dari kemiskinan ekstrem. “Presiden mencanangkan agar 2024 tidak ada lagi kemiskinan ekstrem. Itu menjadi target kita bersama,” ujar Nunung.
Sementara itu, Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia Norman Yulian, pada kesempatan yang sama, mengapresiasi keseriusan pemerintah, terutama Kemensos dalam mewujudkan Indonesia yang inklusi dan ramah disabilitas.
Pemerintah juga sudah berupaya dengan berabagai cara agar terbentuk Indonesia yang inklusi, termasuk bagi penyandang disabilitas, baik di sektor pendidikan, maupun ketenagakerjaan. “Harapan kami, melalui AHLF ini bisa dirancang master plan penangangan disabilitas untuk kawasan ASEAN,” kata Norman.
Menyangkut penyelenggaraan di Makassar, Mensos mengatakan kehadiran tamu-tamu dari berbagai negara juga dimanfaatkan untuk mempromosikan pariwisata Indonesia yang unik dan sangat beragam.
Destinasi pariwisata di Sulawesi Selatan sangat unik karena terkait dengan peradaban manusia. “Potensi pariwisata ini sangat langka dan luar biasa sehingga sudah selayaknya dipromosikan ke seluruh dunia,” kata Mensos.
Tidak mudah mengotimalkan destinasi wisata untuk penyandang disabilitas karena pemerintah harus mempersiapkan infrastrukturnya. Meski demikian, hal ini bisa dilakukan Indonesia. Destinasi wisata yang akan dikunjungi delegasi AHLF sangat ramah penyandang disabilitas.
“Mulai dari perancangan hingga pengerjaan, semuanya dilakukan oleh penyandang disabilitas sehingga sesuai dengan kebutuhan mereka. Langkah ini juga untuk menunjukkan mereka sebenarnya mampu jika diberi kesempatan,” ujarnya.(*)