Lampungnews.com – Pentolan Front Pembela Islam atau FPI, Rizieq Shihab, berencana pulang ke Indonesia pada pertengahan Agustus mendatang. Kepulangan Rizieq bertepatan dengan peringatan ulang tahun ormas yang dipimpinnya.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, pihaknya menunggu Rizieq untuk kelanjutan proses hukum.
“Enggak masalah, kita proses, hukum tetap jalan,” kata Tito di Mabes Polri saat disinggung rencana kepulangan Rizieq Shihab, Rabu (26/7/2017).
Saat ini Rizieq menyandang dua status hukum. Dalam kasus dugaan chat mesum dengan tersangka Firza Husein, dia berstatus saksi. Sementara di Polda Jawa Barat, Rizieq berstatus tersangka dugaan pelecehan pancasila.
Bila sebagai saksi, Tito menjelaskan, penyidik memberikan kelonggaran tempat pemeriksaan.
“Tapi kalau tersangka tidak, tersangka harus diperiksa sedapat mungkin di kantor polisi, nanti kita lihat proses hasil dari pemeriksaan itu,” kata Tito.
Kuasa hukum Rizieq Shihab, Sugito Atmo Pawiro, mengungkapkan, ada keinginan dari Rizieq Shihab untuk pulang ke Tanah Air. Rencananya, Rizieq akan menghadiri hari jadi ke-19 FPI pada 17 Agustus 2017.
“Ada keinginan pulang ke Indonesia, sebelum milad (hari jadi) FPI pada 17 Agustus 2017,” ujar Sugito dikutip dari Liputan6.com, Jakarta, Senin 24 Juli 2017.
Dia menjelaskan, Rizieq Shihab akan berada di Indonesia hanya beberapa hari saja. Usai acara Milad FPI digelar, Rizieq kembali terbang ke Arab Saudi.
“Kemungkinan kalau misalnya tanggal 15 Agustus, kemudian pada 19 Agustus pun harus balik lagi ke Saudi karena dia sepertinya sudah merencanakan haji. Terlepas ibadah haji, baru balik lagi ke Indonesia, tentunya dengan keadaan yang kondusif,” ujar dia.
Sugito menyatakan, saat ini pihaknya memiliki harapan besar terhadap Kapolda Metro Jaya yang baru dijabat Irjen Idham Azis. Dia meminta, kasus chat berkonten pornografi yang melibatkan Rizieq Shihab dan Firza Husein dihentikan.
“Saya sudah mengajukan permohonan SP3, tentunya kami menginginkan polisi dapat membantu kami untuk merespons permohonan itu. Karena kasus yang menyangkut konten pornografi itu lemah dari sisi hukum. Kami meyakini perkara ini perkara politis bukan yuridis,”(*)