Bandarlampung, Lampungnews.com – Pemilihan Gubernur (Pilgub) Lampung yang akan digelar pada 2018 mendatang mulai terasa aromanya belakangan ini. Tiga nama besar –selain petahana, muncul di tengah masyarakat. Berbagai cara pun dilakukan untuk ‘menanamkan’ nama mereka, mulai dari karangan bunga di pernikahan warga sampai kongkow bareng kawula muda.
Tiga nama yang mulai bersaing itu yakni Herman HN (Walikota Bandarlampung), Mustafa (Bupati Lampung Tengah), dan Arinal Djunadi (Ketua DPD I Golkar Lampung). Wajah ketiganya pun sudah mulai ‘menyapa’ warga Lampung, mulai dari baliho ukuran jumbo sampai pamflet di pohon-pohon jalan lintas provinsi.
Kepopuleran dan keterkenalan oleh masyarakat nampaknya menjadi goal utama ketiga bakal calon gubernur (bacagub) ini di tahun menjelang Pilgub Lampung sekarang. Caranya pun beragam dan menyasar sejumlah kalangan tertentu.
Mustafa, misalnya. Dari sejumlah kegiatan yang ‘membawa’ nama bacagub yang diusung Partai NasDem ini seperti menyasar kaum muda milineal. Sebut saja nonton bareng (nobar) film yang sedang hits sampai lomba foto.
Penggunaan media sosial seperti Instagram dan Facebook pun menjadi strategi untuk mendekatkan diri dengan kaum milineal ini. Pendekatan yang sangat khas di era gawai sekarang ini, seperti yang pernah terjadi saat Barrack Obama pertama kali ‘nyalon’ di Negeri Paman Sam.
Kemudian Herman HN. Walikota yang progresif ini sepertinya lebih memilih cara-cara konvensional untuk mengenalkan dirinya sebagai bacagub kepada masyarakat, yakni dengan bertemu muka secara langsung.
Beberapa kali karangan bunga darinya ikut menghiasi sejumlah pesta pernikahan warga, lengkap dengan nama jelas dan tagline “Calon Gubernur Lampung”.
Terakhir, Arinal Djunaidi yang gencar dengan pertunjukan wayang kulitnya di sejumlah daerah di Sai Bumi Ruwa Jurai beberapa bulan terakhir. Pertunjukan wayang kulit ini sekaligus sosialisasi Arinal yang akan maju dalam Pilgub Lampung 2018 mendatang.
Strategi pengumpulan massa dengan mengadakan hiburan ini dapat dilihat berhasil. Karena hiburan rakyat ini seperti oase di padang tandus, menjadi pusat keramaian. Terlebih di pelosok yang jauh dari hingar bingar media sosial dan sinyal. (*)