Lampungnews.com – Ketua Umum Partai Islam, Damai, Aman (Idaman) Rhoma Irama mengajukan uji materi UU 2/2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konsitusi (MK). Rhoma merasa dirugikan dengan ketentuan ambang batas calon presiden atau presidential treshold sebesar 20 persen dan ketentuan verifikasi bagi partai politik.
Ia menilai, ketentuan mengenai ambang batas ini menutup hak konstitusional rakyat untuk memilih presiden yang diinginkan. “Harapan kami presidential treshold ini dihapuskan jadi zero treshold,” ujar Rhoma di gedung MK, Jakarta, Rabu (9/8).
Rhoma pun tak membantah saat disinggung soal keinginannya mencalonkan diri sebagai presiden terhambat akibat peraturan tersebut. Sesuai ketentuan dalam UU, pemilihan presiden harus dilaksanakan secara jujur dan adil.
Artinya, kata Rhoma, tak boleh ada peraturan yang menghalangi siapapun untuk mencalonkan diri sebagai presiden maupun wakil presiden di Indonesia.
“Itu konsekuensi logis (jadi calon presiden). Kalau enggak ngapain saya ke MK,” ucapnya.
Pengajuan uji materi ini, lanjut Rhoma, sekaligus bentuk penolakan dukungan terhadap Presiden Joko Widodo. Menurutnya, dalam suatu negara tak semua pihak mendukung pemerintahan namun harus ada kelompok yang kritis mengawasi.
“Ya berarti tidak (mendukung Jokowi). Kalau semua satu suara enggak demokratis, di seluruh negara saja ada oposisi dan penguasa. Itu sehat dalam rangka menegakkan demokrasi,” terangnya, dikutip dari CNNIndonesia.com.
Rhoma Irama tak hanya dikenal sebagai ketua partai tersebut selama ini. Dia telah lama dikenal sebagai penyanyi dangdut senior dan aktor film. Film yang relatif dikenal masyarakat adalah ‘Satria Bergitar’ yang dirilis pada 1984. Saat itu, Rhoma bermain dengan sejumlah aktor dan aktris lainnya, di antaranya WD Mochtar, Soultan Saladin dan Ricca Rachim.
Raja dangdut itu pun meyakini permohonannya sah secara kedudukan hukum atau legal standing. Sebab, Partai Idaman merupakan partai baru yang tak ikut dalam pembahasan RUU Pemilu di DPR.
Sesuai putusan MK, partai politik yang ikut terlibat dalam pembahasan UU di DPR dianggap tidak memiliki kedudukan hukum yang sah.
“Dalam hal ini Partai Idaman punya legal standing untuk mengajukan uji materi,” katanya.
Sementara terkait ketentuan verifikasi partai politik, Rhoma melihat ketidakadilan aturan tersebut karena hanya berlaku bagi partai baru. Jika mendasarkan pada prinsip kejujuran dan keadilan, menurut Rhoma, proses verifikasi ini mestinya dilakukan pada semua partai.
“Seluruh partai mestinya diverifikasi, existing maupun yang baru. Tidak bisa kalau hanya mengacu pada hasil pemilu yang lalu, apalagi secara demografis daerah di Indonesia semakin berkembang,” tuturnya.
Rancangan Undang-undang Penyelenggaraan Pemilu disahkan menjadi undang-undang pada 21 Juli lalu. Pengesahan UU Pemilu itu diwarnai aksi walk out fraksi Demokrat, PKS, PAN, dan Gerindra.
Sebagai konsekuensi, Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang berasal dari fraksi Gerindra selaku pimpinan menyerahkan palu sidang kepada Ketua DPR Setya Novanto untuk melanjutkan jalannya sidang. Setya lalu membacakan keputusan bahwa UU Pemilu disahkan secara aklamasi.
Ada pun lima isu krusial yang diperdebatkan dalam RUU Pemilu yang telah disahkan menjadi UU yakni ambang batas presiden 20-25 persen, ambang batas parlemen 4 persen, sistem pemilu terbuka, alokasi kursi per dapil 3-10, dan metode konversi saint league murni.(*)