Lampungnews.com – Konflik yang melanda negara bagian Rakhine, Myanmar, tidak hanya berdampak pada etnis muslim Rohingya. Warga dari etnis lainnya yang menganut Buddha dan Hindu di Rakhine juga ikut terkena dampak konflik berkepanjangan ini.
Seperti dilansir AFP, Senin (4/9/2017), suku Mro yang menganut Buddha dan komunitas kecil warga Hindu di Rakhine ikut menjadi korban. Bentrokan sengit antara militer Myanmar dengan militan lokal bernama Pasukan Penyelamat Arakan Rohingya (ARSA) memaksa mereka mengungsi.
Kepala desa dari suku Mro, San Tun (46), menuturkan warganya biasa mencari makan di kawasan hutan Myanmar dan tinggal campur aduk dengan kelompok etnis lainnya di Rakhine. Namun bulan lalu, San Tun menyebut, wilayah tempat tinggalnya didatangi penyerang.
Dituturkan San Tun, serangan itu diduga didalangi oleh militan Rohingya atau ARSA. Sedikitnya 8 warga desanya tewas dibunuh militan Rohingya saat mencari makan di hutan pada 3 Agustus lalu. Mereka yang tewas, sebut San Tun, termasuk saudara laki-lakinya dan anak tertuanya.
Jatuhnya korban tewas dari etnis Buddha itu membuat militer Myanmar meningkatkan keamanan dan menambah personelnya di Rakhine. Bentrokan sengit antara militer Myanmar dan militan Rohingya pun pecah sekitar 3 minggu kemudian. Hal inilah yang memicu sedikitnya 73 ribu warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Sejumlah warga sipil Rohingya mengaku menjadi korban tindak kekerasan yang dilakukan militer Myanmar.
Namun sejumlah kecil warga sipil penganut Buddha dan Hindu di Rakhine, dilaporkan sekitar 11 ribu orang, terpaksa ikut mengungsi. Hidup mereka terancam setelah konflik kembali pecah di Rakhine. Kebanyakan dari mereka mengungsi ke wilayah yang dikuasai pemerintah Myanmar di Maungdaw.
“Kami, Mro, biasa tinggal di hutan dan pegunungan, pekerjaan kami hanyalah bertani sejak zaman nenek moyang. Sekarang kami tidak memiliki keamanan,” tutur San Tun kepada AFP. San Tun kini mengungsi di sebuah desa di dekat Maungdaw.
Han Thein, seorang warga Rakhine penganut Buddha, menyebut desanya Khan Thaya merupakan salah satu wilayah yang diserang militan Rohingya pada 25 Agustus lalu. Han Thein bersama warga desa lainnya bersembunyi di dalam hutan hingga serangan mereda. Suami Han Thein memutuskan kembali ke desanya untuk memeriksa ternak dan rumahnya, namun sang suami tak pernah kembali.
“Kami berlari, kami tidak memikirkan yang lain selain keselamatan kami. Tapi sekarang saya sangat mengkhawatirkan suami saya. Dia sudah tua,” ucap Han Thein yang kini mengungsi di sebuah wihara di Sittwe, ibu kota Rakhine.
Jika warga Buddha di Rakhine sudah beberapa kali mengungsi setiap konflik pecah, tidak demikian halnya dengan warga Hindu setempat. Untuk pertama kalinya, komunitas Hindu yang juga minoritas di Myanmar, menjadi target dalam konflik. Enam warga Hindu yang bekerja sebagai pekerja konstruksi ditemukan tewas ditembak. Pekan lalu, seorang reporter AFP mengunjungi rumah sakit di Maungdaw yang merawat para korban selamat dari serangan itu. Kepada AFP, mereka kompak menyebut enam warga Hindu itu tewas diserang militan Rohingya.
“Kami datang ke sini karena warga Muslim memicu kekacauan. Tapi kami tidak tahu harus pergi ke mana jika situasi semakin memburuk,” tutur salah satu wanita Hindu asal Rakhine, Chaw (50), kepada AFP. Chaw kini mengungsi di Maungdaw.
Keberadaan militan Rohingya atau ARSA tidak selamanya mendapat dukungan warga sipil Rohingya. Sejumlah warga Rohingya yang masih tinggal di Rakhine marah atas serangan yang didalangi ARSA ke pos-pos keamanan Myanmar, yang akhirnya kembali memicu bentrokan.
“Kami tidak ingin teroris. Kami akan bekerja sama dengan etnis (Buddha) Rakhine. Kami sebelumnya seperti keluarga dan saudara,” ucap salah satu warga Rohingya yang berasal dari desa Maungni kepada AFP.(*)
Sumber : detik.com