Bandarlampung, Lampungnews.com – FA (14) menutup mulutnya rapat. Tak satupun kata keluar dari mulutnya. Beberapa orang personel Badan Polisi Pamong Praja (Bapol PP) terus bertanya, dan FA tetap diam seribu bahasa.
Kedua tangannya lalu menutup wajah dan telinga sambil berjongkok, seakan merasa bising dan menolak membuka suara. Di depannya, satu kaleng lem berukuran kecil menguarkan aroma yang khas.
FA terciduk Bapol PP saat tengah duduk di perempatan lampu merah di Jalan Soekarno-Hatta, Rajabasa, Selasa (14/11) siang. Saat terciduk, tangannya masih memegang kuat kaleng lem itu. Benda sehari-hari yang mampu memberi efek mabuk jika dihirup.
“Iya sudah setahun, diajarin sama teman yang lebih gede. Saya tadinya nggak mau ngelem, tapi dipaksa, dicekoki disuruh menghirup. Akhirnya saya ketagihan,” katanya.
Dalam sehari FA mampu menghabiskan dua kaleng lem berukuran kecil.
“Harganya satu Rp 3.500. Uangnya minta sama Mamak, tapi bilangnya buat main game di warnet,” ungkapnya.
Fajar mengungkapkan rasa kesenangannya saat menghirup aroma menyengat dari lem berwarna kuning itu. “Enak saja wanginya, buat mengkhayal. Mengkhayal punya rumah setiap hari. Kan sudah nggak sekolah lagi, nggak mau sekolah lagi, gurunya galak-galak,” katanya.
FA sedikit banyak menjadi gambaran bagaimana kerasnya kehidupan di Kota Tapis Berseri ini. Dalam kondisi yang tak mencukupi, FA dipaksa menjadi pemabuk. Lingkungan pun seakan tak bersahabat bagi anak-anak jalanan sepertinya.
Fenomena ini diakui menjadi pekerjaan rumah berat bagi pemerintah. Bukan hanya menghilangkan kebiasaan buruk tersebut, tapi pemerintah juga harus mampu menciptakan kota ramah anak di Bandarlampung agar penyakit masyarakat ini benar-benar hilang dari lingkungan.
Ketua DPRD Bandarlampung, Wiyadi mengatakan, hingga saat ini eksekutif maupun legislatif masih terus berupaya membuat Kota Tapis Berseri menjadi kota yang ramah anak dan perempuan dengan membuat sejumlah perda.
“Kami terus bersinergi dengan semua kalangan, pemerintah juga telah menggandeng aparat keamanan untuk menciptakan lingkungan yang aman, berkurangnya angka kriminalitas, dan tindak kekerasan. Ini jadi tantangan buat kita semua karena Bandarlampung memang saat ini merupakan kota metropolitan,” kata Wiyadi, Selasa (14/11).
Wiyadi mencontohkan, program santunan bagi guru ngaji dan dana khusus untuk perayaan hari besar agama juga bentuk dari upaya untuk membuat kota ramah anak. Termasuk lingkungan tempat tinggal juga menjadi hal paling penting untuk membuat karakter anak menjadi lebih baik.
“Kami berharap dengan adanya program dibidang keagamaan para ulama tidak berhenti mengajak dalam kebaikan, anak-anak diajarkan akhlak yang baik, lingkungan juga pasti akan baik. Termasuk pendidikan si anak juga perlu diperhatikan, yakinlah kalau si anak putus sekolah pasti tindak kekerasan dan kriminalitas serta pergaulannya menjadi rusak. Makanya ada program sekolah gratis sebagai bentuk kita memantau perkembangan anak di Kota Bandarlampung,” tegasnya. (El Shinta)