Lampung Selatan, Lampungnews.com — Pihak perangkat Kecamatan Tanjungsari, Lampung Selatan memberikan klarifikasi terkait pungutan Bantuan Sosial Beras untuk Rakyat Sejahtera (Bansos Rastra) kepada masyarakat sebesar Rp5.000 dengan jatah yang hanya tiga kilogram.
Sekretaris Kecamatan Tanjungsari, Risman Kholani, Kamis, mengakui memang para kepala desa memungut biaya bervariasi kisaran Rp5.000 dengan jatah tiga kilogram meski seharusnya gratis dengan jumlah 10 kilogram.
Ia mengatakan, semua warga tidak mendapatkan jatah rastra tersebut, sehingga pihak desa membagikan secara merata sebanyak tiga kilogram meskipun ketentuannya 10 kilogram sesuai dengan data keluarga penerima manfaat (KPM).
Rastra ini diberikan kepada semua keluarga baik dari kalangan mampu maupun tidak mampu secara merata dengan alasan agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial. Meskipun diakuinya sebenarnya adil itu tidak harus merata.
Terkait pungutan Rp5.000, Ia mengatakan itu merupakan kebijakan kepala desa yang alokasinya untuk desa, operasional pengantaran rastra dari desa ke dusun-dusun.
Ia juga mengakui, bahwa seharusnya pihak desa tidak perlu menarik pungutan dengan menggunakan kesempatan dan dimasukan dalam pungutan berbagai alasan saat menebus rastra yang seharusnya gratis ini.
Saat pertemuan di Kantor Kecamatan Tanjungsari, sejumlah kepala desa di Kecamatan Tanjungsari mengaku memang memungut biaya tersebut kepada masyarakat.
Namun, pungutan paling kecil di Desa Mulyosari Rp3.000 dengan jatah beras sebanyak empat kilogram sedangkan desa-desa lain Rp5.000 dengan jatah tiga kilogram.
Para kepala desa yang hadir ini pun mengamini bahwa pembagian rastra ini belum ada dana operasional untuk antar dan bongkar muat dari kabupaten sampai ke desa-desa seperti yang dikatakan oleh Bupati Lamsel Zainudin Hasan yang operasionalnya dari DD/ADD. Karena Jika diambilkan dari DD/ADD harus ada aturan sehingga para kepala desa tidak berani menabrak aturan ini.
Kepala Desa Kertosari, Albert Halomoan, mengakui pungutan rastra di desa itu sebesar Rp4.000 meskipun kenyataannya sampai tingkat RT ternyata masih Rp5.000 dengan jatah tiga kilogram.
Pungutan itu Rp3.000 untuk kegiatan-kegiatan desa, Rp1.000 untuk angkut dari desa sampai ke dusun-dusun. Sedangkan fakta dilapangan bertambah lagi Rp1.000, jadi total Rp5.000.
Memang, kata dia, Bupati sebelumnya mengatakan biaya operasional diambil dari DD/ADD namun pihak desa tidak berani mengalokasikannya sementara tidak ada perbupnya untuk mengambil dana itu.
Kepala Desa Mulyosari, Yusuf Effendi, mengatakan memang pihaknya memunggut Rp3.000 dari warga namun biaya itu untuk desa ketika ada kegiatan-kegiatan desa.
Ia meminta, hal ini juga bisa dapat diklarifikasi kepada masyarakat agar tahu penggunaan dari pungutan itu karena untuk keperluan desa.
Sementara itu, meskipun sudah ada pertemuan pihak kecamatan dengan para kepala desa membahas ini, pihak desa tetap memungut biaya tersebut yang rencananya hingga pembagian rastra beberapa bulan ke depan.
Kemudian, masyarakat tetap dipungut biaya Rp5.000 untuk tiga kilogram beras tanpa mengacu pada aturan keluarga penerima manfaat (KPM) untuk menghindari kecemburuan sosial.
Selain itu, data penerima juga cenderung tidak sesuai dengan data masyarakat karena banyak masyarakat mampu terdaftar sebagai penerima bantuan rastra sedangkan masyarakat tidak mampu justeru tidak terdaftar sebagai KPM.
Berdasarkan informasi yang dihimpun masyarakat setempat meminta perlu adanya pengawasan ekstra ketat di wilayah ini terhadap semua program-program bantuan dari pemerintah pusat maupun daerah agar sesuai dengan aturan.
Terutama bantuan-bantuan yang menyangkut tunai maupun non tunai kepada masyarakat agar tidak ditunggangi oleh pungutan-pungutan dengan berbagai alasan dan tidak jelas peruntukannya itu.
Seperti halnya rastra ini yang dibarengin dengan pungutan Rp5.000 yang beralasan sebagian untuk swadaya kegiatan atau acara-acara desa. Jika memang itu benar untuk kegiatan desa maka perlu adannya laporan secara jelas kepada masyarakat dana yang terkumpul dan alokasi penggunannya tidak asal pungut begitu saja. (Crs)