Tulangbawang-Lampungnews.com — Sidang perkara Pasal 378 KUHP, terhadap terdakwa Wagiono Alias Giono bin Ramlan, warga Kampung Bratasena Adiwama Kecamatan Dente Teladas, Kabupaten Tulangbawang, yang sidang dakwaannya telah digelar Pengadilan Negeri Menggala, dianggap kuasa hukum terdakwa sebagai dugaan kriminalisasi hukum, Selasa (15/10/2019).
Pasalnya, menurut I Gede Putu Suastika SH, Law Office dan Associates Advocates dan Legal Consultants, selalu kuasa hukum terdakwa, pihaknya banyak menemukan kejanggalan terkait perkara ini, karena seperti dipaksakan dan terkesan terburu-buru.
Dijelaskan kuasa hukum terdakwa, bahwa per tanggal 15 Agustus 2019, terdakwa dilaporkan, lalu dengan serta merta per 23 Agustus 2019, sudah ditetapkan sebagai tersangka, artinya proses lidik itu dimana, karena hanya hitungan 1 minggu.
Kemudian berikutnya, sampai pada hal-hal yang berikutnya ditingkat penyidikan ataupun penangkapan, kapan ada penangkapan itu, dimana, karena klien dari kuasa hukum ini posisinya sedang di periksa kepolisian, jadi jangan pembohongan publik.
“Kalo penangkapan ya dimana penangkapan itu, sebab terdakwa itu diperiksa, lalu tiba-tiba diterbitkan surat penangkapan. Maka dari itu kami patut menduga dengan kesewenang-wenangannya, sudah melakukan suatu tindakan yang tidak dipayungi aturan tentang penyelidikan, penyidikan penangkapan dan penahanan dan lain-lain,” jelas I Gede Putu Suastika SH, Law Office dan Associates Advocates dan Legal Consultants, usai persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Menggala.
Lanjutnya, hal ini seperti kriminalisasi hukum, jadi jangan sampai mengorbankan rakyat yang awam akan proses hukum.
“Disini kami berbicara sesuai peraturan Mahkamah Agung, nomor 1 Tahun 1956, disitu sudah jelas dijelaskan jika ada pelaporan dan ada unsur keperdataan, selayaknya perdataan dulu yang maju, baru pidana, artinya dalam perkara ini, peraturan Mahkamah Agung tidak diindahkan,” ungkapnya.
“Kita disini semata-mata bukan meminta klien untuk dibebaskan, cuma mari kita pakai aturan yang benar, kalo udah Undang-undang yang mengatur ya ayo kita pakai itu, dan Kepolisian saat diajak komunikasi mereka tertutup, dan mengapa tidak mengajukan pra-pradilan, sebab sejak per 15 Agustus 2019 ada laporan polisi, per 23 Agustus sudah penetapan tersangka, per 24 Agustus sudah ditangkap dan ditahan,” paparnya.
“Dalam hal ini, begitu serta mertanya sudah keluar penangkapan, penahanan, tiba tiba dengan sendirinya Kepolisian langsung melimpahkan ke Kejaksaan, jadi kewenangan Kepolisian 60 hari itu kemana, terus bukti surat apa, saksi-saksinya siapa, sampai sudah bisa menetapkan seseorang menjadi tersangka, jadi nggak ada celah untuk pra-pradilan” tambahnya.
Lalu pada tanggal 15 Oktober ini sudah sidang, artinya rentan waktu kejaksaan melimpahkan berkas ke Pengadilan sangat cepat.
“Selain itu jika diurut dari tanggal 15 Agustus sampai tanggal 23 Agustus, kapan SPDP dikirim, kapan ada petunjuk dari Kejaksaan, ayo kita main hitung-hitungan, apa iya Kejaksaan dalam waktu sekejab tidak ada rentan waktu sudah bisa memberikan petunjuk untuk gunakan pasal apa, lantas P18 dan P19 kemana, nggak ada, satu-satunya perkara di Indonesia mungkin ini aja,” urai I Gede Putu Suastika SH.
Lucunya, lanjut I Gede Putu Suastika SH, dari informasi yang didapat, selaku pelapor, Dwi Purwanto saat ini kabur. “Maka nanti di fakta persidangan kita akan buktikan saksi-saksi yang diperiksa oleh Kepolisian di Kota Bandar Lampung, sebab Polres kita di Kabupaten Tulangbawang,” jelasnya
“Jadi kita akan ungkap ini, kita akan kejar kebenaran, untuk menegakkan supremasi hukum yang benar-benar. Oke Kepolisian boleh memeriksa meminta keterangan kepada seseorang, jika, seseorang itu sakit dan tidak bisa kemana-mana, nah ini ke 9 saksi itu diperiksa di Hotel, kan aneh,” tanya I Gede Putu Suastika SH.
Ia berharap Kejaksaan dapat menjelaskan, petunjuk awal hingga dapat dikenakan Pasal 378 KUHP, mereka harus jelaskan, dan Kepada Pengadilan ia juga berharap untuk membaca seksama sudah layak kah perkara ini di sidangkan atau belum, sudah cukup buktikah, karena di Kejaksaan bukti hanya sekedar kwitansi. (can)