Bandarlampung, Lampungnews.com — Bakal Calon Walikota Bandarlampung, Rycko Menoza SZP menggagas konsep ‘Bandarlampung Baru’ jika mendapatkan amanah memimpin Kota Bandarlampung Tahun 2020.
Ia menjelaskan, pencalonananya sebagai wali kota pada Pilkada Bandarlampung 2020 ini tak terlepas dari perannya sebagai tokoh pemuda untuk membangun kota ini.
Terlebih, dia memiliki sejarah dengan Kota Tapis Berseri ini. Tidak hanya karena orang tuanya, Sjachroedin ZP, pernah menjadi gubernur Lampung.Tetapi juga pendahulunya sebelum orang tua, yakni kakeknya yang pernah memimpin di Bandarlampung.
”Jadi kalau bicara apa keinginan, tentu saya punya keinginan membangun tanah leluhur ini,” kata dia, dalam Diskusi Road to Bandarlampung 2020, di Ballroom Hotel Aston, Rabu (30/10/19).
Dengan didikan keluarga dan lingkungan sekitarnya, Rycko kemudian mempelajari banyak hal. Termasuk tentang Bandarlampung. Melalui kesempatan pencalonan ini, dia pun melemparkan gagasan Bandarlampung Baru.
”Tapi bukan berarti (program pembangunan) yang lama dihapuskan. Baru kan maksudnya bagaimana keberadaan Bandarlampung yang merupakan wajah Provinsi Lampung harus lebih baik dan lebih maju. Ke depannya tidak cukup sampai di sini,” kata dia.
Masih banyak harapan dari wajah metropolitan menuju modernitas. Artinya, pemerintah sudah tidak lagi menggunakan pola lama. Misalnya, pembangunan infrastruktur tidak hanya jalan bagus. Tapi pemenuhan sarana dan prasarana di sekitar jalan seperti pedestrian dan drainase.
Selain itu, mengurangi permasalahan menyangkut banjir pada musim penghujan. Kemudian masalah pelayanan publik di bidang kesehatan. Tidak cukup hanya pembangunan infrastruktur rumah sakit atau puskesmas rawat inap. Tapi mengubah pola hidup masyarakat menjadi pola perkotaan.
Dia mencontohkan, hidup sehat dimulai dari kesadaran membuang sisa kotoran sampah pada tempatnya.
”Jadi perilaku-perilaku semacam ini yang saya maknai sebagai Bandarlampung Baru. Hal-hal yang mungkin belum atau sedikit dilakukan, kita lakukan dengan pola-pola yang lebih baru,” ucapnya.
Menurut Rycko, pembangunan saat ini tidak cukup merata di Bandarlampung. Dahulu, ada pusat kota Tanjungkarang dan Telukbetung. Dari kacamatanya, pembangunan di Telukbetung justru tertinggal. Dia bahkan menilai, banyak penduduk Telukbetung masuk golongan menengah ke bawah.
Salah satunya kebutuhan pokok, yakni rumah tinggal warga Telukbetung, kata dia, masih banyak yang di bawah standar kesehatan. Pesisir pantai juga masih menjadi destinasi sampah. Sehingga secara umum, wajah Bandarlampung tidak lagi masuk peringkat kota bersih.
Dia melanjutkan, ke depan, pemerintah akan menghadapi masyarakat yang semakin ’manja’ manja dengan pelayanan satu atap atau one stop service. Di dunia pendidikan, program Bina Lingkungan (Biling) sudah banyak kelemahan dan harus ada kajian.
Termasuk pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Dimana, ujung tombak aparatur pemerintah adalah ketau Rukun Tetangga (RT). Selama ini, RT hanya mendapat perlakuan dari atas ke bawah. Sebaliknya, dari bawah ke atas belum maksimal maskipun ada program musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang).
”Saya tidak mendengar pembangunan di Bandarlampung ini berdasarkan kebutuhan. Tetapi yang saya lihat, berdasarkan kemauan stakeholder. Padahal yang memiliki kebutuhan pembangunan adalah setiap kecamatan dan kelurahan,” bebernya.
Menurut dia, wakil rakyat di DPRD dari masing-masing daerah pemilihan juga harus mendampingi pembangunan.
”Selain top down, bottom up juga mesti diperhatikan. Makanya porsi-porsi anggaran pengelolaan daerah yang dibagi juga harus proporsional. Tidak hanya membangun jalan layang untuk menghindari kemacaten. Tapi kan mesti adil. Kecamatan A dan B juga harus merata pembangunannya,” paparnya.
”Saya kira itulah yang saya katakan Bandarlampung Baru. Tentu yang sudah baik kenapa tidak dilanjutkan? Bahkan perlu ditingkatkan,” lanjutnya.
Seperti, tunjangan aparatur pemerintahan. Kalau memang sudah baik dan mencukupi, kenapa tidak ditingkatkan? Sebab itu untuk kesejahteraan masyarakat.
”Saya pun juga orang yang pertama kali memberi insentif RT di Lampung Selatan pada waktu itu,” kata dia.
Kebijakan lain yang telah dia lakukan di Lamsel, yakni mengkluster potensi yang ada di setiap kecamatan. Di Bandarlampung terdapat 20 kecamatan. Dari sana, dapat dibuat potensi unggulan, termasuk roadmap destinasi wisata dan kebutuhan wisatawan.
Selain kuliner, ada banyak produk lokal yang bisa dieksplorasi. Termasuk pengembangan kawasan wisata pesisir pantai. Rycko berencana menjadikan Bandarlampung menjadi kota besar di Makassar, Sulawesi Selatan, dengan wisata water front city.
”Jadi, jangan mengundang investor tapi masyarakat lokal terbuang. Saya kira, bagaimana investasi yang didatangkan harus mengangkat sumberdaya manusia di wilayah tersebut,” pungkasnya. (Rls)