Jakarta, Lampungnews.com – Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia (FKMPI) bekerja sama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Korea mengadakan diskusi virtual dengan tema “Indonesia – Korea Virtual Forum on Wood Products” pada Selasa (30/06/2020) yang membahas perbaikan kinerja sektor kehutanan Indonesia, ditengah kesulitan pandemi Covid-19 dari hulu sampai hilir ke berbagai negara tujuan ekspor yang menjadi prioritas pemerintah dan dunia usaha saat ini serta menjadi target utama di semester kedua tahun 2020.
Upaya jemput bola dan merangkul berbagai pemangku kepentingan di Korea termasuk asosiasi importer kayu menjadi langkah nyata dalam memperkuat kerjasama bisnis kedua negara di masa yang akan datang. Oleh karena itu, Duta Besar RI di Korea, Umar Hadi berharap agar para pengusaha Indonesia dapat merumuskan kebutuhan konsumen di Korea termasuk memetakan kesiapan supplier dari Indonesia.
“Perlu juga dilakukan inventarisasi tantangan dan kendala yang ada, supaya dapat diantisipasi oleh kedua negara. Memanfaatkan fasilitas ASEAN – Korea Free Trade Agreement, serta Indonesia – Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dapat dipakai sebagai dasar peningkatan kerjasama industri kehutanan antara kedua negara,”kata Umar Hadi.
Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia yang juga Ketua FKMPI, Prof. Indroyono Soesilo mengungkapkan bahwa Korea menjadi sasaran ekspor produk kehutanan Indonesia nomor 5 setelah Tiongkok, Jepang, AS, dan Uni Eropa.
“Ekspor produk kehutanan Indonesia ke Korea pada tahun 2019 mencapai US$ 710 juta. Ditengah pandemi Covid-19, ekspor produk kehutanan dari Januari 2020 sampai Mei 2020, mencapai US$ 321 Juta, masih naik 1% dibanding periode yang sama pada tahun 2019 lalu, yang mencapai US$ 319.5 juta, walaupun ekspor produk furnitur turun 16%, produk pulp turun 12% dan produk perkakas kayu turun 11%,” papar Indroyono.
Ia juga berharap dengan adanya pandemi Covid-19, pelaku usaha harus lebih berorientasi pada kebutuhan konsumen Korea yang menginginkan produk kayu dengan desain yang nyaman untuk dipakai Bekerja Dari Rumah (Work From Home) dan mereka juga lebih suka merakit sendiri produk furniturenya. “Disamping itu, Korea sangat berminat untuk berinvestasi di Indonesia, terutama di bidang Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk bahan baku energi biomassa dan berinvestasi di industri penggergajian kayu di Papua,” ungkap Indroyono.
Indroyono juga menambahkan, pengusaha Indonesia berharap pengenaan tarif bea masuk ke Korea dapat disesuaikan dengan jenis kayu yang diekspor, mengingat Indonesia memiliki beragam jenis spesies untuk satu jenis produk kayu komersial yang diekspor. “Kedua negara juga menyadari pentingnya upaya promosi yang gencar dan intensif agar produk kehutanan Indonesia dapat bersaing dengan Tiongkok dan Vietnam,” kata Indroyono. Salah satunya, ia menambahkan, seperti produk kayu kualitas tinggi untuk Industri galangan kapal di Korea. Indroyono mengapresiasi, pihak Korea yang menawarkan fasilitas pameran permanen di Living Power Center, Seoul untuk produk kehutanan agar bisa mendongkrak peningkatan bisnis Indonesia ke Korea.
Pelaku usaha Korea berharap hasil HTI dapat diekspor langsung ke Korea dan tidak perlu dikarantina di Indonesia, seperti yang dilakukan oleh para pesaing dari negara lain untuk ekspor jenis kayu arang dan produk energi biomassa. Selain itu, untuk kerajinan dan furniture, diharapkan ada peningkatan kualitas dan design, supaya bisa bersaing dengan negara lain. (*)