Jakarta, Lampungnews.com-Sebanyak 107 Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN) dari berbagai negara saat ini sudah mengajukan kerja sama Mutual Recognition and Acceptance (MRA) on Halal Quality Assurance ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama.
Hal ini disampaikan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama Muhammad Aqil Irham saat menjadi salah satu pembicara dalam forum Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) di Seattle, Amerika Serikat.
“Hingga Juli lalu, BPJPH telah menerima 107 permohonan kerja sama Lembaga Halal Luar Negeri dari berbagai negara untuk kerja sama Mutual Recognition and Acceptance on Halal Quality Assurance,” kata Aqil di Seattle, Amerika Serikat, Kamis (10/8/2023).
Ia menambahkan, hal ini mengindikasikan perdagangan produk halal telah menjadi perhatian dunia. Produk halal juga memiliki potensi sebagai katalis perdagangan dunia. Karenanya, proses sertifikasi produk oleh lembaga halal menjadi langkah penting yang harus dilakukan oleh produsen dunia, tak terkecuali di wilayah Asia Pasisfik.
Ketersediaan produk bersertifikat halal, dapat mendorong aktivitas perdagangan serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Pasifik. “Dan dalam konteks APEC, tentu potensi perdagangan produk halal akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan,” lanjutnya.
Ia juga mengungkapkan, Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal di Indonesia sejalan dengan strategi pertumbuhan kawasan sebagaimana dijalankan oleh APEC. Oleh karena itu, Aqil mengapresiasi pembahasan isu halal yang dilakukan di Forum APEC kali ini.
“Ini penting untuk kita tegaskan di forum APEC yang strategis dalam pembahasan isu halal yang baru pertama kalinya dilaksanakan setelah kedatangan delegasi Indonesia (BPJPH) ke kantor USTR di Washington DC tahun lalu, dengan topik bahasan Understanding the Trade Issues Related to Halal Certification,” kata Aqil.
Lebih lanjut Aqil menjelaskan, sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, penyelenggaraan Jaminan Produk Halal di Indonesia dilaksanakan atas dasar asas pelindungan, keadilan, kepastian hukum, akuntabilitas dan transparansi, efektivitas dan efisiensi, serta profesionalitas.
“Prinsip-prinsip tersebut sejalan dengan paradigma pertumbuhan berkualitas yang hendak diwujudkan di kawasan APEC melalui lima strategi pertumbuhan atau five growth strategy yakni balance, inclusive, sustainable, innovative, dan secure,” imbuh Aqil menjelaskan.
Pemahaman yang memadai diperlukan untuk memastikan terwujudnya kepatuhan aktivitas perekonomian di kawasan tanpa membatasi perdagangan. Ini disampaikan Aqil karena masih ada pihak yang beranggapan bahwa halal dapat menjadi penghambat perdagangan dunia.
“Kami tegaskan bahwa halal bukanlah hambatan atau TBT (Technical Barriers to Trade). Justru sebaliknya. Halal adalah peluang secara ekonomi yang nilainya sangat besar,” imbuhnya.
Aqil juga mengatakan bahwa selama ini BPJPH aktif sebagai perwakilan pemerintah Indonesia dalam sidang TBT WTO terkait bidang Jaminan Produk Halal. Peran aktif BPJPH ini juga dilakukan dalam memberikan pencerahan kepada dunia terkait regulasi dan kebijakan Jaminan Produk Halal.
“BPJPH telah menotifikasi regulasi teknis terkait halal kepada WTO TBT Committee melalui BSN. Dalam hal ini, BPJPH juga selalu berkoordinasi dengan stakeholder terkait,” tambah Aqil menjelaskan.
Sebagai perwakilan Indonesia, Aqil mengatakan bahwa BPJPH memanfaatkan forum APEC bukan hanya untuk membangun pemahaman terkait Jaminan Produk Halal. Namun juga sebagai sarana untuk membangun kepercayaan dan hubungan saling menguntungkan dengan negara atau mitra strategis kita di kawasan Asia Pasifik.
“Dan tentunya, kita juga berkepentingan untuk memastikan bahwa jaminan produk halal ini menjadi bagian dari peningkatan kapasitas dan daya saing produk Indonesia di tingkat global. Ini sejalan dengan upaya mewujudkan cita-cita Indonesia untuk menjadi produsen produk halal terbesar di dunia pada 2024 mendatang.” pungkasnya.(*)