Jakarta, Lampungnews.com-Kementerian Agama (Kemenag) RI mendorong tatanan baru dalam peningkatan pengelolaan zakat dan wakaf di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Menteri Agama RI, Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.A. dalam konferensi pers World Zakat and Waqf Forum (WZWF) Annual Meeting and Conference 2024 di JCC Senayan Jakarta Pusat pada Jumat (1/11/2024) malam.
Ia menjelaskan pundi-pundi zakat, keuangan jaman nabi, ada zakat, infaq, jariyah, ada hibah, ada wasiat, dam, khanimah, dan lainnya.
“Total ada 27 pundi-pundi umat pada masa nabi. Kalau dikumpulkan itu sangat kuat ekonomi umat Muslim,” ujar Nasaruddin Umar.
Ia menyebutkan dengan besaran zakat 2,5 persen, maka sebenarnya ada potensi dalam pundi ekonomi umat Islam lainnya untuk saling menolong.
“Kita harus banyak memperkenalkan shodaqoh, yang unlimited, jauh lebih banyak dari zakat,” ungkapnya.
Nasaruddin Umar bahkan mengungkapkan bahwa zakat tidak populer di masa nabi. Ia meminta Dirjen Bimas Islam harus dapat menggali potensi zakat di Indonesia.
“Sehingga umat Islam tidak ada yang miskin. Karena pundi-pundi yang dibuka baru zakat, infaq, shodaqoh. Aqiqah pemberian gizi melalui kurban, zakat fitrah untuk potensi karbohidrat, Idul Adha,” kata Nasaruddin Umar.
Dalam perhelatan WZWF, Nasaruddin berharap stakeholder terkait di Indonesia mendapat pengalaman dari negara-negara yang hadir dalam pertemuan.
Wakaf dan zakat disebut Nasaruddin merupakan instrumen sebagai tolak bala.
“Shodaqoh memproteksi kita dari musibah, baik musibah individu maupun negara. Mari kita mengimbau diri kita sendiri, kecil tapi terakumulasi banyak orang itu luar biasa,” tuturnya.
Ia juga melihat tanah yang puluhan tahun di desa tidak pernah di garap karena dimiliki orang kota akan menjadi mubazir.
“Kalau kita manfaat seluruh tanah wakaf yang ada bisa tiga kali Singapura kalau dibentangkan. Tidak akan pernah rugi bangkrut orang yang berzakat atau wakaf,” tegas Nasaruddin Umar.
Meskipun demikian ia berharap BAZNAS harus mengedepankan profesionalitas dalam pengumpulan dan pendistribusian zakat.
“Harus ada profesionalisme dalam mengumpulkan zakat, juga profesional dalam mendistribusikan. Mana orang pantas mendapatkan ikan, pancing, atau perahu agar semua produktif. Ada kemiskinan struktural, natural, dan kultural,” terang dia.
Nasaruddin mendorong pengkajian bagaimana zakat dan wakaf dapat menjadi jawaban atas berbagai tantangan dunia.
“Justru teknologi bisa memperluas jangkauan pengumpulan zakat dan wakaf hingga skala global, serta memastikan pemanfaatan dana secara produktif dan tepat sasaran. Jika berhasil, dampak jangka panjang dalam pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat akan semakin terasa,” pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua BAZNAS RI, Mokhamad Mahdum berharap 2024 merupakan kejayaan tahun wakaf dan zakat.
Zakat kata dia memiliki potensi Rp 327 triliun (2,5 persen) dengan rincian Shodaqoh belum termasuk dihitung,
“Di 2024 kita sudah mencapai 41 triliun atau 12,5 persen dari target Kita mengentaskan kemiskinan 577.138 jiwa termasuk 321.757 miskin ekstrim. Zakat ini menjadi bagian solusi dari pemerintah,” kata Mahdum.
Ia mengaku akan mengedepankan validasi data agar penerima bantuan BAZNAS tidak dobel dengan pemberian bantuan sosial pemerintah.
“Mudah-mudahan di tahun ini penyelenggara zakat memiliki standar yang sama sehingga level agreement sama,” jelasnya.
Sebagaimana diketahui, World Zakat and Waqf Forum (WZWF) Annual Meeting and Conference 2024 dirangkai dengan perhelatan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) itu juga didukung Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Mengusung tema ‘Tatanan Global Zakat-Wakaf Baru: Komunitas Global yang Bersatu Berdasarkan Keadilan, Kasih Sayang, dan Kesejahteraan Bersama’ konferensi yang dihadiri peserta dari 43 negara anggota itu mempertemukan pemimpin global, praktisi, pengusaha, dan generasi muda untuk membahas inovasi dan masa depan pengelolaan zakat dan wakaf.
Kementerian Agama saat ini mengimplementasikan empat program utama untuk memperkuat peran zakat dan wakaf, yaitu Kampung Zakat, KUA Pemberdayaan Ekonomi Umat, Inkubasi Wakaf Produktif, dan Kota Wakaf.
Program-program ini bertujuan mengoptimalkan zakat dan wakaf sebagai alat pemberdayaan ekonomi, bukan hanya sebagai ibadah.
Terpisah, Ketua BWI, Kamaruddin Amin yang juga menjabat sebagai Dirjen Bimas Islam, memperkenalkan Gerakan Indonesia Berwakaf dalam forum tersebut sebagai langkah strategis memaksimalkan potensi aset wakaf nasional. Melalui pilar inklusivitas, keberlanjutan, dan inovasi, gerakan ini berupaya memanfaatkan aset wakaf yang luas demi kesejahteraan masyarakat.
Kamaruddin menyebut, Indonesia memiliki 445.410 lokasi tanah wakaf, termasuk 36.240 madrasah, 1.100 kantor KUA, 220.000 masjid, dan 266.413 musala.
“Gerakan ini akan fokus mengembangkan aset-aset tersebut dalam sektor pendidikan, kesehatan, dan konservasi lingkungan. Selain mendukung madrasah, gerakan ini juga mendorong pendirian rumah sakit, pemberian beasiswa, serta inisiatif wakaf hijau untuk pelestarian alam,” kata dia.
Kamaruddin juga mengajak negara-negara dan organisasi internasional untuk bekerja sama dalam mengoptimalkan dampak wakaf secara global. Dengan teknologi digital, Gerakan Indonesia Berwakaf dapat memastikan pengelolaan wakaf yang transparan dan berkelanjutan demi masa depan yang lebih inklusif.
Inovasi pengelolaan zakat dan wakaf, seperti wakaf korporasi dan wakaf saham, terus didorong agar relevan di dunia modern dengan peluang investasi yang semakin luas. Selain itu, kegiatan konferensi mencakup sesi pembelajaran dari para ahli yang berbagi praktik terbaik, solusi inovatif, dan kerangka kerja terbaru.
Acara ini dihadiri Menteri Agama Malaysia, Mohd Na’im Mokhtar, dan diikuti 250 peserta dari 43 negara anggota WZWF, didukung sejumlah sponsor seperti Bank Mega Syariah, Bank CIMB Niaga Syariah, dan PT Paragon Technology and Innovation. (*)