Bandarlampung, Lampungnews.com – Diskusi akademis di luar kampus dinilai efektif serta bisa menjadi metode alternatif pendidikan dan pengajaran. Pembahasan yang luwes cocok untuk generasi muda.
Kelebihan metode ini dirasakan Direktur Pusat Studi Konstitusi dan Perundang-undangan Universitas Bandarlampung (PSKP – UBL), Rifandy Rintonga yang baru saja menggelar “Ruang Diskusi Ketatanegaraan (Sesi I)”, pekan lalu.
Rifandy mengungkapkan, metode yang luwes seperti diskusi ini sangat cocok untuk generasi muda, terlebih materi yang dibahas termasuk berat dan pelik.
“Kegiatan ini sangat efektif, terbukti pemahaman yang didapat lebih cepat dipahami. Karena ulasan disampaikan secara santai dan lugas. Mengingat pentingnya pemahaman ketatanegaraan buat generasi muda bangsa saat ini. Hal ini pula akan melengkapi pemahaman dan pendalaman materi pada perkuliahan di perguruan tinggi,” ujarnya, beberapa waktu lalu.
Diskusi ini memberikan gambaran tentang kajian ilmu ketatanegaraan di Indonesia khususnya di daerah yang penuh dengan dinamika. “Kegiatan ini direalisasikan untuk mengaplikasikan penjabaran terhadap (ketatanegaraan) itu. Mulai dari pemberian pemahaman, penjelasan,hingga mempelajari Hukum Tata Negara dari aspek luas hingga tersempit,” katanya.
Untuk mempermudah, setiap peserta diskusi harus mempelajari sejarah ketatanegaraan terlebih dahulu, sebelum mulai dengan mendalami aturan-aturan ketatanegaraan yang berlaku.
“Jika mengingat perjalanan ketatanegaraan,penuh dengan pasang surut sesuai dinamika revolusi terkhusus pasca Amandemen UUD 1945, dalam mempelajari tiap elemennya, harus berdasarkan tema persesi. Ini syarat mutlak. Nah, mulai dari sesi I, fasilitator membedah beberapa bahan materi dianggap krusial dibahas, sebagai bahan kajian pembahasan seterusnya,” katanya.
Peserta dibagi perkelompok, dengan masing-masing fasilitator memberikan beberapa bahan didiskusikan bersama. Termasuk dikorelasikan pembahasan studi kasus berbagai permasalahan bangsa. Dilanjutkan simulasi, kesimpulan dan penutupan.
“Kami harap hasil diskusi ini tidak hanya dimengerti, tapi disosialisasikan dan diimplementasikan kepada masyarakat. Termasuk para peserta memberikan keteladanan yang baik. Agar menimalisir multitafsir pemahaman yang berpotensi menimbulkan konflik khususnya isu-ius pemecah belah bangsa,” katanya. (Michella)