LampungNews.com- Aktivis Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) Universitas Lampung (Unila), Nuri Resti Chayyani di Bandar Lampung, Rabu (28/12) meminta media massa tidak menjadi tutorial kekerasan terhadap perempuan.
Mahasiswa Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan itu menambahkan, media tidak perlu membuat berita yang menceritakan kronologi tindakan pelaku terhadap korban secara detail, cukup dengan satu kata seperti “pelecehan” itu sudah menggambarkan ada peristiwa asusila.
“Hingga kini masih banyak media massa meloloskan liputan korban pemerkosaan yang jauh dari pantas,” ujar Nuri.
Ketidakpantasan berita vulgar mengenai pemerkosaan yang terpublikasikan di media massa, menurut dia, justru akan menjadi tutorial bagi remaja usia rawan yang memiliki rasa ingin tahu tinggi.
“Saya sebagai perempuan sangat risih ketika membaca berita pemerkosaan yang vulgar dan dipublikasikan luas. Media massa juga harus memperhatikan perasaan korban, jangan dibuat sudah jatuh tertimpa tangga,” paparnya.
Sejumlah media massa di Lampung dan b eberapa daerah di Indonesia hingga kini masih meloloskan pemberitaan pemerkosaan yang melanggar kode etik jurnalistik. Seperti menyebut detail tempat tinggal, anak siapa, sekolah di mana, termasuk kronologi kejadian.
“Kode etik jurnalistik dengan tegas telah memberi batasan terhadap berita pemerkosaan, seperti menyamarkan identitas korban. Namun seringkali media massa tidak peka terhadap perasaan korban sehingga mempublikasikan tulisan jurnalisnya tanpa redaksional yang sesuai ketentuan,” ujar dia lagi.
Pertanyaan pentingnya, katanya lagi, apakah berita pemerkosaan yang terpublikasikan berdampak positif bagi kepentingan umum atau sekedar memenuhi rasa keingintahuan pembaca?