Bandarlampung, lampungnews.com – Ketua Pimpinan Wilayah Fatayat Nahdlatul Ulama Lampung, Khalida, di Bandar Lampung, Rabu (8/12) meminta media massa untuk bijak dan berpegang pada kode etik jurnalistik dalam memberitakan kasus asusila dengan tidak membuatnya menjadi fiksi bagi orang dewasa.
“Kita harus menyadari, media massa hari ini dengan mudah diakses oleh siapapun, lintas usia, kelamin, suku, bangsa. Kekhawatiran terdalam saya pada lintas usia ini, siapapun bisa membaca dan mengetahui. Bagaimana jika pembaca belum adalah anak-anak belum cukup umur?” ujarnya.
Lembaga Advokasi Perempuan (Damar) Lampung pada 2015 mencatat 1.018 kasus angka kekerasan terhadap perempuan yang dihimpun dari beberapa sumber. Dari angka tersebut, menunjukkan di Lampung setiap bulan terjadi 75 kasus kekerasan terhadap perempuan, atau dalam setiap minggu terjadi lebih dari 19 kasus kekerasan terhadap perempuan, atau dalam setiap hari terjadi 3 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan beragam bentuk.
“Jenis-jenis kekerasan terhadap perempuan antara lain kekerasan secara fisik, non fisik, seksual, ekonomi dan sebagainya. Kekerasan non fisik melalui perkataan, tulisan, sikap dan lain-lain justru sebenarya lebih ‘menyakitkan’ bagi perempuan. Pertanyaannya, apakah media secara ‘sadar’ atau tidak menyadari telah melakukan ‘kekerasan’ terhadap perempuan dengan berita-berita vulgar?” kata dia lagi.
Berdasarkan riset oleh Gusdurian Lampung, menjelang akhir 2016 di Lampung dan sejumlah wilayah di Indonesia, kronologi kejadian tindakan asusila masih muncul dalam pemberitaan dan seolah menjadi petunjuk bagaimana melakukan pelecehan seksual.
“Etika penulisan yang tetap menjaga kesopanan dan penghalusan bahasa jangan dilupakan sehingga berita yang dipublikasikan tidak vulgar atau menjurus pornografi. Berita asusila bukan cerita fiksi orang dewasa. Kronologi cerita korban seringkali ditulis vulgar sehingga korban menjadi korban media,” paparnya.
Khalida berharap, media massa berpegang pada kode etik jurnalistik terkait pemberitaan kasus asusila.