Bandarlampung, Lampungnews.com – Bekerja menjadi alasan Zainal Abidin (34) untuk diakui sebagai manusia seutuhnya. Mereka tak mau mendapatkan uang karena belas kasihan.
Penyandang tuna daksa yang menjadi loper koran di lampu merah Tugu Adipura ini menyatakan dengan bekerja dia merasa menjadi manusia pada umumnya.
Walau harus merasakan cipratan air mobil saat hujan dan kepanasan saat terik matahari menyengat dalam keterbatasannya, Zainal menolak dikasihani.
“Saya punya alasan kenapa kita harus bekerja, saya tidak ingin dipandang rendah masyarakat, masih muda masih bisa bekerja kenapa harus minta,” katanya, Minggu (19/2/2017).
Zainal pun memiliki cita-cita membuka usaha. Cita-cita ini menjadi alasannya untuk terus termotivasi menyisihkan sebagian pendapatan setiap harinya.
“Saya nggak ingin selamanya jadi penjual koran, nanti kalau saya punya uang saya ingin jualan rokok, kopi, Mas. Saya ingin dagang. Makanya saya kalau jualan dari pagi ampe sore,” ungkapnya.
Sementara itu, Slamet (43) penyandang tuna netra yang ‘menjual’ suara di SPBU Ki Maja, Way Halim mengaku masih sanggup menghidupi anak dan istrinya dari mengamen.
Slamet mengatakan, meminta-minta lebih merendahkan dibanding mendapatkan hanya uang belasan ribu per hari.
“Saya tahu diri, saya sudah tidak bisa melihat. Saya tidak ingin merendahkan hidup keluarga saya. Keluarga salah satu alasan saya tetap bekerja meski mengamen. Menurut saya jauh lebih baik daripada meminta,” ujarnya.
Getirnya kehidupan pernah ia rasakan saat menjadi tukang pijit tunanetra. Banyak pesaing membuatnya mundur dan membanting setir menjadi pengamen di SPBU.
“Hidup ini pait tapi buatlah pait ini sepait kopi, ketika dicampur gula maka akan terasa nikmat,” katanya. (Davit)
Lihat juga:
(FEATURE) Kala Keterbatasan Bukan Halangan