Bandarlampung, Lampungnews.com – Banyaknya konflik yang terjadi dan menjurus ke pelanggaran hak asasi manusia (HAM) menjadi alasan Komisi Nasional (Komnas) HAM membuka kantor di Lampung.
Wakil Ketua Komnas HAM, Ansori Sinungan mengatakan, dalam beberapa waktu terakhir banyak konflik yang terjadi di Lampung yang menyebabkan pelanggaran HAM karena banyaknya korban jiwa.
Misalnya, kasus Balinuraga Lampung Selatan, konflik di Register 45 Mesuji, peristiwa Anaktuha di Lampung Tengah, dan terbaru kasus PT BNIL di Tulangbawang.
“Hampir semuanya berawal dari masalah lahan dan menimbulkan korban jiwa. Atas izin Gubernur, kami memandang perlu didirikannya kantor Komnas HAM di Lampung,” kata dia dalam rilis yang dikirimkannya, Jumat (24/3).
Apalagi sebagai kepala daerah, gubernur Lampung pun menginginkan provinsi ini aman dan pembangunan bisa berjalan dengan baik dan lancar. Sehingga, akan meningkatkan jumlah investor yang datang ke Lampung dan menanamkan investasi tanpa ada gangguan.
“Kalau daerah aman, investasi meningkat, mau tidak mau masyarakat Lampung akan sejahtera,” kata Ansori.
Untuk itu, bersama kepala daerah, pihak-pihak terkait seperti Polri dan TNI, pihaknya juga akan menata perusahaan-perusahaan yang sudah menanamkan investasi di Lampung, terutama persoalan lahannya. Sehingga, ke depan tidak ada lagi masalah penyerobotan lahan, atau izin HGU yang melanggar ketentuan.
“Jadi, nanti kita sama-sama membenahi semua sesuai porsi tugas kita masing-masing,” tambah dia.
Soal pendirian Kantor Komnas HAM, lanjut Sekjen Masyarakat Lampung Perantauan itu, sejauh ini ada 6 provinsi yang sudah mendirikannya. Yaitu, Papua, Poso, Aceh, Maluku, Kalimantan Barat, dan Sumatera Barat.
“Untuk periode kepengurusan Komnas HAM 2012-2017, akan kami dirikan yang kedua, setelah Papua Barat, rencananya Lampung,” ujar dia.
Apalagi, lanjut Ansori, Ombudsman sudah berdiri di semua provinsi. Dengan rasio pengaduan masyarakat yang lebih dari 7.000 laporan, dengan jumlah anggota Komnas HAM yang ada, tentu sangat sulit menjangkau dan tidak segera teratasi.
“Soal kerja sama dengan aparat seperti Polri dan TNI, kami sudah ada MoU dengan Kapolri. Artinya, dalam penananganan masalah HAM, kita selalu koordinasi. Contohnya, kasus Poso. Di mana, dengan pendekatan persuasif kelompok Santoso cs. bersedia menyerahkan diri tanpa harus merasa takut dan lain sebagainya dan bisa kembali aman,” tutup Ansori. (*/Davit)