Bandarlampung, Lampungnews.com – Dana tunjangan profesi guru (PNS/ASN) menjadi komponen pembiayaan dengan porsi paling besar dari total dana pendidikan di Kabupaten Pringsewu. Dalam kurun waktu tiga tahun (2015-2017), anggaran biaya kesejahteraan guru di daerah ini mencapai Rp450,1 miliar.
Tahun ini, dana tunjangan profesi dan tambahan penghasilan para guru PNS bersertifikasi dan nonsertifikasi sebesar Rp117,2 miliar. Nilai yang cukup fantastis jika membandingkan dengan total anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur pendidikan sendiri.
Belum lagi ditambah biaya bulanan para guru dan tenaga kependidikan honorer, maupun biaya pengembangan profesi guru yang dialokasikan dari dana BOS, dengan nilai anggaran BOS Dikdas Pringsewu 2017 lebih kurang Rp10 miliar.
Sementara, dana infrastruktur pendidikan yang diprioritaskan untuk rehab dan membangun ruang kelas baru, laboratorium, dan perpustakaan di sejumlah SD dan SMP hanya sebesar Rp13.2 miliar.
“Pembangunan bagi SD dan SMP baik negeri dan swasta tersebar di sembilan kecamatan sebesar Rp13,2 miliar,” kata Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Pringsewu Fauzi Hasan, Selasa (1/8)
Mayoritas anggaran pendidikan tersebut bersumber dari APBN melalui dana transfer khusus pemerintah pusat tahun ini. Yang mana, berdasar data Neraca Pendidikan Daerah (NPD) Kemendikbud, anggaran pendidikan daerah berjuluk Kota Bambu hanya sebesar 12.9 persen dari total jumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Alih-alih mewujudkan pelayanan pendidikan yang berkualitas dan berkarakter, pemerintah daerah pum mengandalkan suplai bantuan dari pusat. Dari jumlah anggaran infrastruktur pendidikan Rp13.2 persen, hanya Rp1.2 miliar yang berasal dari APBD.
Ironisnya, sebuah kabupaten yang digadang sebagai pilot project pendidikan di Provinsi Lampung. Besaran anggaran pendidikan yang digelontorkan tiap tahunnya dinilai belum berkontribusi terhadap peningkatan kualitas pendidikan di Kota Bambu.
Salah satunya soal pembangunan sarana dan prasarana pendidikan. Pantauan Lampungnews.com, dana pembangunan dan rehab justru menyasar pada sekolah dengan kualitas bangunan layak.
Selain itu, jumlah angka putus sekolah (APS) di Pringsewu masih cukup tinggi. Data statistik BPS Pringsewu menunjukkan angka putus sekolah didominasi oleh anak usia 16-18 tahun atau pada jenjang pendidikan SMA, dengan persentase 28.68 persen di tahun 2016.
Kepala Bidang PAUD dan Dikmas Suchairi Sibarani mengaku, ada 1200 anak tidak sekolah telah diusulkan ke pemerintah pusat untuk mendapatkan manfaat bantuan.
Diantaranya melanjutkan pendidikan melalui lembaga Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM), Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), atau Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP). Mereka diusulkan untuk mendapatkan BOP dan dapat mencairkan dana dari KIP yang diterimanya.
“Tahun ini Pringsewu mendapat kuota sebanyak 530 anak untuk mendapat manfaat dari program bantuan pusat,” kata Suchairi. (Anton Nugroz)