Pringsewu, Lampungnews.com – Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Kota Agung di Pringsewu memberikan warning keras bagi pekon yang mengelola Dana Desa tanpa memerhatikan transparansi, khususnya bagi warga setempat.
Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Kotaagung di Pringsewu Rolando Ritonga mengatakan, jika pemerintah pekon minim kesadaran dalam menerapkan transparansi anggaran, hal tersebut berpotensi penyelewengan penggunaan Dana Desa akibat penyalahgunaan wewenang.
“Kalau memang parah (pelaksanaan pembangunan), tidak dilaksanakan, uangnya dibawa pulang, pengelolaannya tertutup. Ya sudah lah, wassalam,” tegas mantan Kepala Seksi Datun di Kejaksaan Negeri Cikarang itu.
Sebenarnya, pihak kejaksaan membuka pintu lebar bagi pekon yang ingin berkonsultai mengenai pengelolaan Dana Desa ini. “Dana desa mesti dilaksanakan sesuai aturan. Dan upaya kami untuk melakukan pendampingan melalui pendekatan pola Pembinaan Masyarakat Taat Hukum (Binmatkum),” kata melalui sambungan telepon, kemarin.
Lihat juga: Silang Sengkarut Penggunaan Dana Desa di Waringinsari Timur
Meski demikian, isu ketidakefektifan dalam pengelolaan Dana Desa mewarnai sepanjang tiga tahun pelaksanaan pembangunan desa/pekon di Kabupaten Pringsewu. Soal transparansi, banyak kepala pekon masih menganggap hal itu sesuatu yang tabu.
Diantaranya Pekon Waringinsari Timur, Kecamatan Adiluwih, peran masyarakat dalam urusan pembangunan pekon masih saja dikesampingkan. Tak dipungkiri, muncul kecurigaan publik terhadap pelaksanaan pembangunan dengan anggaran ratusan juta dari dana desa.
Lalu di Pekon Kresnomulyo, Kecamatan Ambarawa, kecurigaan warga bukan saja soal transparansi, terlebih lagi soal lemahnya peran lembaga pekon menjalankan fungsi pengawasan.
Lihat juga: Esensi Pembangunan Desa yang Salah Arah
Menurut Ketua Badan Hippun Pekon (BHP) Mukhtar, pihaknya tidak mengetahui berapa besaran anggaran dana desa 2017 yang dikelola pekon setempat. Ia mengaku hanya mengetahui item-item pembangunan di wilayahnya itu.
“Mayoritas penggunaan dana desa tahun ini untuk pembangunan talut di sejumlah dusun. Yang penting warga tahu ada pembangunan di pekon. Kalo berapa nya (anggaran, red) kurang paham,” kata Mukhtar saat ditemui Lampungnews.com.
Di pekon lainnya, yakni di Pekon Keputran, Kecamatan Sukoharjo, proyek pengembangan jalan lingkungan dinilai sinis oleh warga. Sebab, pengerjaan proyek tersebut dianggap tidak berdasarkan rencana anggaran yang di alokasikan sebesar Rp140 juta.
Perwujudan sistem pengelolaan keuangan pekon berasaskan prinsip akuntabilitas dan responbilitas sejatinya penting. Namun, kepala pekon justru apatis terhadap konsekuensi hukum yang ditimbulkan akibat ketidaktransparan dalam tata kelola keuangan. Penyuluhan hukum yang kerap diberikan pihak kejaksaan seolah sambil lalu dipahami. (Anton Nugroz)