Bandarlampung, Lampungnews.com – Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia setiap tahunnya selalu disambut dengan gegap gempita seluruh warga dari Sabang sampai Merauke. Tak diwarnai dengan gelaran upacara pengibaran Sang Saka Merah Putih, warga Indonesia juga merayakannya dengan berbagai perlombaan tradisional di tempat tinggal masing-masing.
Seperti dengan perlombaan balap karung, makan kerupuk, panjat pinang, dan masih banyak lagi perlombaan yang melibatkan masyarakat. Namun, ternyata perlombaan ini memiliki makna tersendiri.
Asal muasal perlombaan ini terjadi sejak peringatan hari kemerdekaan yang ke-5, masyarakat saat itulah yang menciptakan berbagai macam perlombaan yang disambut antusias oleh Presiden RI Ir. Soekarno. Sejak saat itu, perlombaan 17-an selalu dihadirkan di tengah-tengah masyarakat.
Lomba balap karung, misalnya, ini mengingatkan rakyat Indonesia saat masa-masa sulit pada penjajahan Jepang. Saat itu mayoritas pakaiannya adalah karung goni. Simbol keprihatinan tentang kondisi rakyat Indonesia saat zaman penjajahan ditunjukkan pula lewat lomba makan kerupuk yang dijadikan simbol pangan.
Lalu untuk lomba tarik tambang, memiliki makna gotong royong, kebersamaan, dan solidaritas masyarakat Indonesia. Sedangkan untuk lomba Panjat Pinang disebutkan perlombaan ini menjadi objek bahan tertawaan penjajah Belanda. Panjat pinang berasal dari zaman penjajahan Belanda yang sering digelar acara besar seperti hajatan, pernikahan, dan lain-lain.
Pesertanya orang-orang pribumi yang memperebutkan ‘barang mewah’ waktu itu, biasanya bahan makanan seperti keju, gula, pakaian kemeja. Ketika orang pribumi bersusah payah untuk memperebutkan hadiah, para orang-orang Belanda menonton sambil tertawa. Tata cara permainan ini belum berubah sejak dulu. (El Shinta)