Lampungnews.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami dugaan keterlibatan hakim pada kasus suap panitera pengganti di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Juru bicara, Febri Diansyah mengatakan, pihaknya dalam waktu dekat akan meminta keterangan hakim untuk memperkuat bukti.
“Keterlibatan hakim, sejauh ini belum sampai ke sana. tersangka yang kita tetapkan baru Panitera yang diduga menerima,” katanya di Gedung KPK, Jakarta Selatan, dikutip dari merdeka.com, Rabu (23/8).
Febri menjelaskan untuk memperkuat bukti, pihaknya akan meminta keterangan termasuk keterangan hakim. Dia juga mengatakan pihaknya masih fokus untuk indikasi suap perkara perdata. “Kita fokus dulu, kalau pun ada info lain kita cek lagi,” ungkapnya.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus tersebut. Yaitu Tarmizi panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Akhmad Zaini, kuasa hukum PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI), dan Dirut PT Aquamarine Divibdo Inspection (ADI) Direktur Utama (Dirut) PT Aquamarine Divindo Inspection, Yunus Nafik.
Tarmizi dan Akhmad Zaini diamankan KPK dalam operasi tangkap tangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (21/8) kemarin. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka kasus suap. Ketua KPK, Agus Rahardjo mengatakan pemberian suap terhadap Tarmizi untuk mengurus perkara perdata agar gugatan yang diajukan PT Eastern Jason Fabricarion Service (EJFS) selaku pihak penggugat ditolak majelis hakim. Pemberian suap dilakukan oleh Akhmad Zaini.
“Pemberian oleh AKZ, selaku kuasa hukum agar gugatan PT EJFS ltd Terhadap PT ADI ditolak dan menerima gugatan rekonvensi PT ADI,” ujar Agus saat melakukan konferensi pers di gedung KPK, Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (22/8).
Agus menjelaskan Ahkmad Zaini berkomunikasi langsung dengan Tarmizi buat negosiasi harga pengurusan perkara. Dalam negosiasi itu Tarmizi meminta Rp 750 juta. Nominal tersebut disampaikan dengan menggunakan istilah ‘sapi’ dan ‘kerbau’. Sapi diartikan sebagai ratusan juta, kambing artinya puluhan juta.
Akhmad keberatan atas permintaan Tarmizi, sehingga keduanya menemukan kesepakatan harga empat sapi, alias Rp 400 juta. “TMZ sempat meminta tujuh sapi lima kambing. Akhirnya disepakati empat sapi,” katanya.
Realisasi pembayaran harga atas pengurusan perkara dilakukan Akhmad dengan mentransfer ke rekening Teddy Junaedi, honorer di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Transfer rekening Teddy dijadikan dalam kongkalikong itu dijadikan sebagai rekening tampungan.
Kendati kesepakatan harga Rp 400 juta, rekening Tarmizi mendapat kucuran dana Rp 425 juta. “Sebelumnya diterima 22 Juni melalui transfer BCA AKZ ke rekening TJ Rp 25 juta. 16 Agustus Rp 100 juta dan disamarkan keterangannya dengan keterangan DP pembayaran tanah. 21 Agustus transfer Rp 300 juta keterangannya pelunasan tanah. Total Rp 425 juta,” ungkap Agus merinci.
KPK pun telah menyita barang bukti berupa buku tabungan milik Teddy dan Akhmad yang digunakan sebagai transaksi suap.
Atas perbuatannya, Tarmizi selaku pihak penerima suap disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Akhmad selaku penyuap disangkakan telah melanggar Pasal 5 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.(*)