Bandarlampung, Lampungnews.com – Jajaran Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Tanggamus berhasil mengungkap 2200 butir peredaran obat illegal jenis Trihex alias mercy, obat penenang penyakit parkinson.
“Berdasarkan hasil penyelidikan, kemarin Jumat (22/9/17) kami berhasil mengamankan 2200 pil Trihex/Trihexyphenidyl alias mercy. Kami akan melakukan pemeriksaan secara laboratoris apakah obat-obatan tersebut memiliki fungsi, komposisi dan pengaruh yang sama dengan PCC yang saat ini heboh di Indonesia,” kata Kasat Narkoba Polres Tanggamus Iptu Anton Saputra mewakili Kapolres AKBP Alfis Suhaili, seperti dilansir dari Tribatanews.
Lanjut Iptu Anton Saputra, ribuan butir pil tersebut disita dari 4 terduga pelaku di Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu. “Keempatnya, EH (33) Pekon Sidoharjo, NA (22) Pringkumpul, AG (39) Pekon Sidoharjo dan NA (29) Pekon Sidoharjo diamankan di rumah masing-masing bersama barang bukti pil tersebut,” terang Kasat Narkoba.
Kasat Narkoba menjelaskan Pil tersebut sendiri merupakan obat keras yang masuk dalam golongan G. Masyarakat harus mendapatkan resep dokter untuk mengonsumsinya. Kebanyakan obat ini juga difungsikan untuk orang yang memiliki penyakit jantung.
“Sebenarnya Trihexyphenidyl digunakan untuk mengatasi gangguan gerakan yang tidak normal dan tidak terkendali akibat penyakit Parkinson atau efek samping obat. Contoh obat yang berpotensi memberikan efek samping masalah pada pergerakan adalah obat untuk psikosis, masalah kejiwaan atau emosional, mual, dan perasaan gelisah, juga memiliki Efek lemas, bengong, pelupa dan gatal di badan penggunanya,” jelas Iptu Anton Saputra.
Para tersangka peredaran obat tersebut akan dijerat dengan Pasal 197 setiap orang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memenuhi izin edar sebagaimana dimaksud didalam pasal 106 ayat 1 Jo Pasal 196 Ayat (1) setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan dan mutu sebagaimana dimaksud sebagaimana pasal 98 Ayat (2) dan Ayat (3) Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Mereka terancam kurungan 15 tahun penjara dengan denda Rp1,5 miliar. (*)