Depok, Lampungnews.com – Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan (PKGK) FKMUI menggelar Seminar mengenai rekomendasi terakhir ASI dan MPASI serta membahas evidens baik dari Indonesia maupun negara lain mengenai ASI, MPASI, dan status gizi bayi dan ibu dalam konteks membangun rekomendasi untuk Indonesia pada Sabtu (22/02/2020) di Aula A FKMUI, Kampus U Depok.
Seminar dihadiri oleh akademisi, peneliti gizi, kesehatan masyarakat, mahasiswa gizi dan kesehatan masyarakat, kementerian dan lembaga terkait ASI dan MPASI, NGO dan LSM di bidang gizi dan kesehatan masyarakat dan organisasi profesi yaitu Prof. Endang Achadi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKMU), Prof. Damayanti Syarif dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), RI, Dr.Rr.Dhian Probhoekti, SKM, MA, Prof. Dr. drg. Sandra Fikawati, MPH, Prof, dr. Budi Utomo, MPH, PhD, Ir. Ahmad Syafiq,MSc, PhD, dan Indri Hapsari, SKM,MKKK, PhD.
Pada diskusi pertama diisi oleh Prof. Endang Achadi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKMU) mengenai Rekomendasi ASI dan MPASI versi WHO/Unicef menurutnya bahwa ASI merupakan makanan anak terbaik dan cukup pada umur 6 bulan. Setelah 6 bulan, kandungan ASI ternyata tidak cukup dalam memenuhi kebutuhan zat gizi anak dikarenakan anak terus bertumbuh sementara produksi dan kandungan zat gizi ASI tidak meningkat.
“Pada umur 6-8 bulan, ASI kekurangan 200 kalori/hari untuk memenuhi kebutuhan anaknya; kekurangan ini naik menjadi 300 kalori saat anak umur 9-11 bulan; dan meningkat menjadi 550 kalori saat anak berumur 12-23 bulan. Sehingga saat anak umur 12-23, walaupun diberi ASI sebanyak 550 ml/hari, tetap akan mengalami kekurangan energi sebanyak 60% dari kebutuhannya. Lalu, pada umur 12 bulan, ASI kekurangan 40% dari kebutuhan protein anak, 90% dari kebutuhan besi dan 80% dari kebutuhan vitamin A anak. Kekurangan inilah yang perlu didapat dari makanan pendamping ASI (MPASI),”pungkas Endang.
Senada dengan pernyataan Prof. Damayanti Syarif dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) yang mengatakan berdasarkan (SDKI 2017) menunjukkan bahwa prevalensi anak yang mendapatkan ASI eksklusif sampai umur 4-5 bulan masih rendah sekitar 38%. Sementara itu, lebih dari setengah anak umur 6-23 bulan mendapatkan diet yang tidak memenuhi kebutuhan minimalnya.
“Oleh karena itu tantangan kedepan untuk perbaikan gizi anak, terutama untuk menurunkan stunting pada 2 tahun pertama kehidupan, masih besar. Tantangan ini terutama lebih berat untuk ibu bekerja, karena cuti hamil yang hanya 3 bulan dan menyeimbangkan antara memenuhi kebutuhan bayinya, kewajiban di rumah sebagai ibu dan menjaga kesehatannya sebagai ibu dan pekerja. Kekurangan tersebut dapat dipenuhi bila anak mendapatkan makanan yang beragam setidaknya mengandung 4 dari 7 jenis kelompok makanan seperti padi-padian/akar, umbi yang biasanya merupakan makanan pokok; Legumes dan kacang-kacangan; Susu, yoghurt & keju: Flesh foods (daging, ayam dan ikan dan hati/daging jeroan): Telur; Buah dan sayuran kaya Vitamin A; dan Buah dan sayuran lainnya,”katanya.
Selain itu turut hadir 4 narasumber dari FKMUI yang meninjau tentang Status &Konsumsi Gizi lbu Laktasi oleh Prof. Sandra Fikawati, MPASI Dini dan Pertumbuhan Anak oleh Prof. Budi Utomo, Meninjau 1000 HPK: ASI Eksklusif dan Stunting oleh Ahmad Syafiq PhD, dan Meninjau Regulasi ASI Eksklusif lbu Bekerja oleh Indri Hapsari, PhD. (michell)