Jakarta, Lampungnews.com– Ketua Harian Yayasan Abhipraya Indonesia (YAICI) Arif Hdayat meminta agar pemerintah dapat menyelenggarakan program-program untuk pencegahan stunting. Hal ini sejalan dengan target penurunan hingga dibawah 14 persen pada tahun 2024 yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.
Padahal berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan, angka prevalensi stunting di Indonesia pada 2021 sebesar 24,4%.
“Indonesia ini luas, dengan banyak kultur dan budaya yang berbeda. Setiap daerah juga memiliki karakteristik dan permasalahan yang berbeda. Karena itu langkah-langkah penanganan stunting sebaiknya dilakukan dengan melihat akar permasalahan masyarakat setempat,”kata Arif Hidayat dalam keterangan resminya, Jumat,(05/08/2022).
Lebih lanjut, Arif mengatakan hal mendasar yang perlu dilakukan adalah memastikan masyakarat teredukasi dan paham mengenai pentingnya gizi yang tepat untuk anak. Menurutnya YAICI telah sejak lama melakukan edukasi gizi dan memiliki perhatian terhadap persoalan stunting dan gizi buruk.
Terlebih, dengan mencuatnya polemik susu kental manis yang membuat BPOM akhirnya mengatur penggunaan produk dengan kandungan gula yang tinggi ini ke dalam PerBPOM No 31 tahun 2018 tentang Label dan Pangan Olahan. Berdasarkan program edukasi yang dilaksanakan di sejumlah daerah tersebut, YAICI menemukan sejumlah persoalan menarik. Di Timur Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, anak-anak terbiasa mengkonsumsi makanan ringan dan minuman berperisa.
Selain kondisi geografis yang menyebabkan bahan pangan menjadi lebih mahal, pengetahuan masyarakat dalam mengolah bahan pangan menjadi menu yang menarik bagi keluarga minim.
“Misalnya mengolah sayur, masyarakat disini terbiasa mengolah sayur dengan cara dibening (direbus/ tumis), padahal bisa dibuat sayur santan. Jadi menunya tidak beragam dan anak-anak akan bosan,”kata PC Muslimat NU Timor Tengah Utara, Sumartin.
Di Kota Langkat, Medan, ditemukan satu desa dengan sebagian besar hasil pengukuran tinggi dan berat badan balita rendah. “Dengan di damping kader posyandu, kami melakukan kunjungan ke rumah masyarakat yang memiliki balita di Paya Mabar. Hasilnya, rata-rata balita tidak di imunisasi karena orang tua beranggapan anaknya akan menjadi sakit, dan anak-anak juga tidak minum susu karena orang tua beranggapan susu dapat menyebabkan anak sakit perut. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, orang tua juga tidak memperhatikan asupan anak pada saat MPASI, dan di saat anak berusia 1 tahunan, sudah dibiarkan mengkonsumsi makanan dan minuman ringan dari pedagang keliling,”ujar Arif Hidayat.
Plt. Bupati Langkat, Syah Afandin, menyambut baik masuknya edukasi gizi dari YAICI yang berkolaborasi dengan berbagai mitra. Ia juga menjelaskan jika penyelesaian permasalahan stunting ini harus secara gotong royong.
“Besar harapan kita dapat membantu program penurunan stunting yang sudah ada di kabupaten Langkat. Karena itu dari kita juga harus bantu, Dinas Kesehatan dan PPKB bisa berkoordinasi, karena ini (penurunan stunting) memang harus dikerjakan bersama-sama,” jelas Syah Afandin.
Lebih lanjut, Syah Afandin mengakui konsumsi kental manis yang menjadi salah satu pemicu persoalan gizi di masyarakat.“Nah itu, masih banyak yang minum susu kental ini. Walah, celaka kali ini. Tapi memang ini juga dipengaruhi ekonomi, jujur saja, susu kental ini kan murah,”tutur Syah Afandin.(*)