Jakarta, Lampungnews.com – Narcisius Noviyanto Manu telah tiba di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan bertemu lagi dengan keluarganya. Pria 29 tahun ini merupakan salah satu korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kabupaten Rokan Hilir.
Bersama Manu ada 7 orang rekannya sesama warga NTT yang kembali ke rumah masing-masing pada “kloter” terakhir pemulangan korban TPPO. Atas arahan Menteri Sosial Tri Rismaharini, Kementerian Sosial bergerak cepat membantu penanganan kasus korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sebanyak total 51 orang.
Bekerja sama dengan instansi terkait, Kemensos melakukan asesmen awal sebelum memberikan bantuan yang dibutuhkan pada Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang menjadi korban tersebut. Direktur Rehsos Korban Bencana dan Kedaruratan Kemensos Rachmat Koesnadi menyatakan, hasil asesmen terhadap PMI, mereka berharap bisa segera dipulangkan ke daerah masing-masing.
Seperti Manu dan kawan-kawannya, kepulangan mereka difasilitasi Sentra Abisheka Kemensos di Pekanbaru. “Mereka merasa sangat lelah karena perjalanan jalur laut, tertipu, dan telah menghabiskan banyak uang yang diminta pelaku,” kata Rachmat Koesnadi di Jakarta (7/6/2023).
Selain memberikan asesmen dan fasilitasi pemulangan, Kemensos juga telah memberikan bantuan Asistensi Rehabilitasi Sosial (Atensi) berupa pemenuhan kebutuhan dasar bagi 51 orang korban TPPO selama tinggal di Pos Pelayanan BP2MI Kota Dumai.
Kepala Sentra Abiseka Pekanbaru Agus Hasyim menegaskan, bantuan diberikan berupa permakanan, peralatan mandi, tambahan nutrisi, alat permainan bagi anak, vitamin, obat-obatan, serta pakaian (baju, celana dan kain sarung).
“Kami juga bekerja sama dengan tim kesehatan untuk melakukan pemeriksaan. Secara umum, mereka tidak memiliki penyakit khusus yang perlu penanganan lebih lanjut. Hanya 16 orang PMI yang mengeluh demam, batuk, maag, dan tensi tinggi telah diberikan obat oleh Dinas Kesehatan,” kata Agus.
Pemeriksaan juga dilakukan untuk mengetahui lebih dalam tentang kondisi psikologis mereka. Secara umum mereka menyimpan kemarahan terhadap tekong (pelaku TPPO) karena ingkar janji, kegelisahan ingin segera pulang, khawatir KTP dan uang yang dititipkan ke BP2MI tidak dikembalikan sampai tiba saatnya pulang, dan sulit tidur karena situasi penampungan yang padat.
“Kondisi ini merupakan reaksi normal atas situasi yang mereka hadapi. Namun kesamaan dari daerah asal juga merupakan hal positif karena mereka saling menguatkan sehingga meredam stres. Kondisi psikologis PMI baik. Tidak ada yang mengarah pada depresi atau gangguan jiwa lainnya,” kata Agus.
Setibanya mereka di daerah masing-masing, Kemensos melalui sentra/sentra terpadu terdekat akan melakukan asesmen komprehensif bagi PMI. Asesmen komprehensif ini terutama terkait pemberdayaan sosial (kewirausahaan) agar PMI bisa mandiri secara sosial dan ekonomi.
Para PMI ini dipulangkan ke daerah masing-masing sesuai asal, yaitu Aceh, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT, NTB, Lampung, Sulawesi Tenggara dan Sumatera Utara.
Diketahui, para PMI telah bekerja di Malaysia antara 1-12 tahun, dengan tanpa dokumen resmi. Mayoritas bekerja di sektor perkebunan sawit dan pertanian dengan penghasilan rata-rata Rp6-8 juta/bulan. Mereka terjebak pada praktik TPPO pada saat bersiap kembali ke tanah kelahirannya masing-masing.
Terungkapnya kasus ini berawal dari Tindakan jajaran Polres Rokan Hilir yang menangkap dua orang pelaku TPPO di wilayah Sungai Sanggul, Dusun Indah Lestari, Kepulauan Pasir Limau Kapas, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Proivinsi Riau. Sebanyak 51 orang PMI telah dibawa dari Malaysia oleh agen kapal ke Indonesia dan sudah banyak mengeluarkan uang.
PMI terdiri dari 38 orang laki-laki dewasa, 8 orang perempuan dewasa dan 5 orang anak-anak. Para PMI sebelumnya telah dijanjikan akan diantar ke Tanjung Balai Asahan Prov. Sumatera Utara, namun ternyata mereka dibawa ke wilayah Sungai Sanggul, Kab. Rokan Hilir, Prov. Riau.
Kemensos turut mengawal proses hukum terhadap dua orang pelaku yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polres Rokan Hilir.(*)