Bandarlampung, Lampungnews.com – Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Mungkin begitu kondisi yang kini dialami Zaki Saputra (12) remaja penderita usus bolong dari Pringsewu. Sudah harus membayar puluhan juta dan tubuh dibedah, penyakit tak sembuh jua.
Segala upaya dilakukan Dede Hidayat demi kesembuhan Zaki, termasuk menyiapkan uang puluhan juta agar bisa melanjutkan pengobatan sang anak.
Menurut Dede, awal didiagnosis mengalami perlengketan usus, Zaki menjalani perawatan selama 24 hari di RS Mitra Husada Pringsewu. Selama di rumah sakit itu juga, Zaki menjalani sejumlah tindakan operasi diperut dan perawatan berhari-hari di ruang ICU. Ia pun harus membayar Rp64 juta sebagai biaya pengganti perlakuan pihak rumah sakit terhadap anaknya.
“Ya harus dibayar, kata petugas rumah sakit biaya anak saya sudah terlalu banyak. Alhamdulillah diberi keringanan oleh pihak rumah sakit untuk bisa membayar untuk DP (uang muka)-nya dulu. Waktu itu dapet pinjeman Rp10 juta,” kata Dede.
Namun, keringanan yang diberikan rumah sakit bukanlah tanpa syarat. Dede harus menyerahkan KTP nya sebagai jaminan. Dispensasi pembayaran pun berbatas. Yang mana, ia harus segera melunasi sisa pembayaran itu sebelum tiba masa perjanjian tentang pelunasan dengan pihak rumah sakit.
“Kalau disurat perjanjian itu, selama satu bulan saya harus melunasinya,” kata dia.
Meski berat menyanggupi, ia mengaku terpaksa demi kesembuhan sang anak. Tak sebanding dengan rasa kecewanya, juga kekecewaan Masnayah, nenek Zaki, terhadap pelayanan pihak rumah sakit. Pascaoperasi kebocoran usus kala itu kondisi cucunya justru makin parah.
Ia tak tega melihat makanan keluar melalui usus cucunya. Tubuh Zaki makin kurus. Operasi kedua, dokter mengeluarkan usus dari dalam perut Zaki. Dede bahkan sempat pingsan melihat kondisi Zaki saat itu.
Kepanikan Dede menjadi saat mengetahui dokter mengeluarkan organ dalam sang anak. Saat itu, dokter mengatakan ada kebocoran usus dan harus dilakukan operasi yang kedua kalinya.
“Ya Allah, Mas, usus itu ditaruh di dada anak saya. Miris banget hati saya, ” kata Dede menggebu dengan mata berkaca-kaca.
Lihat juga: [Feature] “Mbah, Kalau Sembuh Nanti Belikan Aku Kasur, Ya?”
Sembari menyuapi Zaki dengan nasi berkuah, Dede lanjut berkisah. Saat itu pukul 15.00 WIB, jatah makanan dari rumah sakit belum datang. “Bubur tadi pagi sudah bau,” kata Masnayah. “Dokter bakal marah kalau ketahuan. Sebenarnya Zaki belum boleh makan nasi,” imbuh Dede.
Dede mengaku bingung mesti melakukan apa untuk kesembuhan anaknya itu. Dan ia kini dikejar hutang yang harus dibayarkan pada rumah sakit tempat dimana anaknya dioperasi.
Biaya pengobatan terus membengkak lantaran Zaki tak kunjung sembuh. Untuk kesekian kalinya juga dokter menyarankan untuk memindahkan perawatan anaknya ke ruang ICU. Sering di ICU malahan.
“Setelah operasi kedua itu anak saya sering drop. Dokter bilang mau membersihkan perut anak saya. Lima hari lima malam anak saya di ICU,” kata Dede.
Selama itu juga Dede mengaku tidak mengetahui kondisi sang anak. Bahkan kemudian, ia justru diberi kabar oleh pihak rumah sakit agar mau merujuk Zaki ke rumah sakit lain.
“Saya tanya masalahnya apa. Kenapa anak saya harus di rujuk. Kata pihak rumah sakit untuk kebaikan anak saya,” katanya. “Dan saya sampaikan ke perawat minta rujukan ke RS Advent Bandarlampung. Tapi ternyata setelah berjalannya rujukan, anak saya justru dirujuk ke RS Abdul Moeloek,” kata Dede.
Masnayah sendiri hanya diam. Ia makin terisak mendengar kisah memilukan soal cucunya itu. Raut mukanya seolah menunjukkan kekecewaan mendalam.
Perempuan itu tak kuasa menahan kesedihan. Membelakangi Zaki yang tengah disuapi ayahnya, Masnayah mengusap air matanya. Ia mencoba tak menampakkan sedih di depan cucunya.
“Ibu mana yang tega melihat kondisi anaknya seperti itu mas. Selama ini Zaki tinggal sama saya loh mas. Meski mbahnya cuma tukang pijat,” kata Masnayah. (Anton Nugroz)