Lampungnews.com – Mantan hakim konstitusi Patrialis Akbar divonis 8 tahun penjara karena terbukti menerima USD 10 ribu dari pengusaha Basuki Hariman. Uang digunakan Patrialis untuk biaya umrah.
Vonis terhadap Patrialis dibacakan secara bergantian oleh majelis hakim yang dipimpin oleh Nawawi Pamolango di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, pada Senin 4 September 2017.
Selain itu, Patrialis didenda denda Rp 300 juta subsidair 3 bulan. USD 10 ribu disebutkan hakim untuk biaya umroh sedangkan Rp 4 juta untuk pembayaran bermain golf Patrialis. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 12,5 tahun.
Dikutip dari detik.com, kasus suap ini terbongkar berawal dari Patrialis ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan KPK (OTT) di Mall Grand Indonesia bersama seorang perempuan bernama Anggita Eka Putri pada 25 Januari 2017. Bersama Patrialis, KPK juga menangkap pengusaha Basuki Hariman, Ng Feni, dan Kamaludin. Ketiga nama terakhir bersama Patrialis ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Dalam OTT, KPK mengamankan uang USD 20 ribu dan SGD 200 ribu dari tangan Patrialis Akbar. Uang tersebut diberikan sebagai suap agar Patrialis meloloskan judicial review Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Pertama saya ingin menyampaikan kepada yang mulia Bapak Ketua MK, Bapak Wakil Ketua MK, dan Hakim MK yang saya muliakan dan kepada seluruh rakyat Indonesia, saya mengatakan saya hari ini dizalimi. Karena saya tidak pernah menerima uang satu rupiah pun dari Pak Basuki,” kata Patrialis saat keluar dari Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, pada 27 Januari 2017 sekitar pukul 00.40 WIB dengan mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye.
Tak lama setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, MK pun memberhentikan Patrialis secara tidak hormat. Keputusan tersebut diambil oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Selanjutnya rekomendasi pemberhentian Patrialis diserahkan pada Presiden Joko Widodo.
“Kesimpulan, memutuskan Dr Patrialis Akbar, SH, MH, diberhentikan secara tidak hormat, demikian diputuskan,” kata Ketua MKMK Sukma Violetta di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (16/2/2017) silam.
Patrialis menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 13 Juni 2017. Mantan hakim konstitusi itu didakwa menerima uang USD 70 ribu. Uang itu diberikan oleh Basuki Hariman dan Ng Fenny untuk mempengaruhi putusan perkara uji materi undang-undang nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Uang itu disebut digunakan Patrialis untuk bermain golf dan umrah.
“Lalu Kamaludin (perantara suap) memberikan setengah dari uang sebelumnya dari Basuki Hariman yaitu sejumlah USD 10 ribu agar dapat dipergunakan Patrialis untuk keperluan umrah. Ada pun sisa uang USD 10 ribu digunakan Kamaludin untuk keperluan pribadinya,” kata jaksa KPK Lie Putra Setiawan saat membacakan dakwaan.
Atas perbuatan itu, Patrialis diancam pidana pasal 12 huruf c jo pasal 18 undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat 1 dan pasal 64 ayat 1 KUHP.
Patrialis keberatan atas dakwaan jaksa dalam kasus suap. Dia membantah telah menerima sejumlah uang dari Basuki Hariman dan Ng Fenny. “Saya ingin mengatakan, dakwaan JPU, saya keberatan, sumpah demi Allah sampai ke Arsy, tidak pernah sekali pun. Satu rupiah pun saya tidak terima uang dari namanya Basuki Hariman dan Ng Fenny,” kata Patrialis saat memberikan tanggapan atas dakwaan jaksa.
Sidang demi sidang dilalui untuk membuktikan mantan kader PAN itu menerima suap yang salah satunya digunakan untuk umrah. Berkali-kali pula Patrialis membantah dirinya menerima suap untuk uji perkara nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan di MK. Pada tanggal 14 Agustus 2017, akhirnya sidang sampai pada tuntutan dari jaksa.
Patrialis dituntut hukuman penjara 12,5 tahun ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan. Jaksa menyatakan Patrialis terbukti melakukan korupsi untuk mempengaruhi perkara nomor 129/PUU-XIII/2015 terkait permohonan uji materi UU no 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
“Terdakwa Patrialis Akbar terbukti secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan korupsi secara sah bersama-sama,” kata Jaksa KPK Lie Putra Setiawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, (14/8/2017).
Menurut jaksa, Patrialis terbukti menerima hadiah atau janji dari Basuki Hariman Dan Ng Feny selaku pemohon perkara nomor 129/PUU-XIII/2015. Hal itu dibuktikan dari pemberian sejumlah uang dari Basuki Hariman dan Ng Fenny melalui Kamaludin. “Terdakwa terbukti menerima uang sebesar USD 10 ribu dan Rp 4.000.043.100 untuk kepentingan terdakwa,” kata Lie.
Usai persidangan, Patrialis tidak banyak berkomentar soal tuntutan jaksa. Dia menyebut banyak fiksi yang digunakan jaksa untuk menuntutnya.
“Innalillahi, karena saya di persidangan telah mengungkapkan seluruh fakta. Banyak hal fiksi semacam karangan yang dibuat tidak berdasarkan fakta persidangan,” kata Patrialis.
Seminggu kemudian, tepatnya tanggal 21 Agustus 2017, Patrialis diberi kesempatan membacakan pledoinya. Seperti koruptor lain, Patrialis membantah telah menerima uang haram dan merasa dizalimi oleh KPK. Bahkan, Patrialis menyebut KPK telah menghabisi harkat martabat serta nama baiknya dan menunggu permintaan maaf mereka di akhirat.
“Mereka sedih karena menyaksikan saya dizalimi dengan suatu kekuasaan yang sewenang-wenang namun berselimutkan atas nama hukum, mungkin keadaan ini lebih sadis dibandingkan dengan penjajahan yang memiliki rasa kemanusiaan, keberhasilan KPK menghabisi karir, reputasi, harkat martabat dan nama baik saya sudah berhasil. Saya menunggu di akhirat permintaan maaf mereka,” ujar Patrialis dalam pledoinya di Pengadilan Tipikor Jakarta, (21/8/2017).
2 minggu berselang, tepatnya 4 September 2017 kemarin, majelis hakim pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 8 tahun penjara pada Patrialis. “Menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara,” kata ketua majelis hakim Nawawi Pamolango saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (4/9/2017).
Patrialis terbukti menerima uang suap untuk perjalanan ibadah umrah. Putusan itu hanya selisih setahun dari hukuman si penyuap, Basuki Hariman, dan jauh dari tuntutan KPK, yaitu 12,5 tahun penjara. Atas vonis tersebut, baik jaksa maupun Patrialis memilih pikir-pikir.(*)