Bandarlampung, Lampungnews.com – Mantan Kepala SMAN 3 Metro, Jumadi dan Bendaharanya, Mulyani dituntut pidana penjara selama dua tahun pada sidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Kelas IA, Tanjungkarang, Bandar Lampung, Rabu (8/2).
Keduanya dinyatakan bersalah melakukan korupsi penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sejak Juli 2012 hingga Juni 2014. Akibat perbuatan mereka, negara rugi Rp285 juta.
Terdakwa dijerat dengan dakwaan subsidair dengan Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI No.20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Menyatakan terdakwa terbukti bersalah memperkaya diri sendiri atau orang lain yang berakibat merugikan keuangan negara,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Totok Alim di hadapan majlis hakim dipimpin Syamsudin.
Selain itu, keduanya juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp50 juta subsidair tiga bulan penjara dan mengganti uang Kerugian Negara (KN) sebesar Rp285 juta.
Untuk menutupi uang pengganti itu, kedua terdakwa telah menitipkan uang sebesar Rp215 juta kepada jaksa sehingga pengganti kerugian negara tersisa Rp70 juta.
“Jika terdakwa tidak bisa membayar uang kerugian negara maka akan dilakukan pelelangan rumah terdakwa. Namun, jika masih tidak cukup maka terdakwa harus mengganti dengan menjalani hukuman selama satu tahun,” kata JPU menjelaskan.
Korupsi terjadi saat terdakwa Jumadi diangkat sebagai Kepala SMAN 3 Metro yang bertanggungjawab pada penggunaan dana BOS.
Selama mengemban amanah, sekolah tersebut menerima dana BOS sebesar Rp785,7 juta yang bersumber dari APBN.
Dengan rincian, pada rintisan BOS tahap I tahun 2012 sebesar Rp82 juta. Lalu tahap I tahun 2013 sebesar Rp39 juta, Rp210 juta dan Rp121 juta.
Kemudian pada periode Januari-Juni 2014 sebesar Rp332 juta. Untuk meringankan tugasnya, Jumadi pun menunjuk kepengurusan, dimana terdakwa Mulyani sebagai bendahara dana BOS.
Tapi, dalam kegiatan seluruh uang tersebut setiap periodenya langsung ditarik seluruhnya oleh terdakwa. Dalam penggunaannya banyak pula nota tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Seperti tidak ada siswa yang menerima beasiswa dan beberapa orang tua murid mengaku tidak pernah mendapatkan bantuan biaya sekolah dari program BOS.
Keganjilan juga terjadi dengan banyaknya kuitansi tidak dapat dipertanggung jawabkan. Tidak ada barang dibeli tetapi terdapat banyak nota pembelian atau jumlah barangnya berbeda dengan yang dibeli.
“Untuk itu, perbuatan terdakwa yang memerintahkan Mulyani untuk membuat kuitansi kosong tidak dapat dibenarkan. Sehingga berdasarkan hasil audit BPKP Lampung, perbuatan kedua terdakwa menimbulkan kerugian negara sebesar Rp285 juta,” tutur JPU. (Adam)