Bandarlampung, Lampungnews.com – Sengkarut Bus Rapid Transit (BRT) Bandarlampung berimbas pada tak terkelolanya sejumlah halte penumpang. Pembangunan halte pun menjadi mubazir karena kini kondisinya sudah banyak yang hancur.
Terkait halte penumpang ini, Kepala Bagian Operasional BRT Anton Saputra mengatakan, itu adalah tanggung jawab Pemkot Bandarlampung.
Alasannya, karena saat pertama kali diluncurkan BRT atau Trans Bandarlampung ini merupakan program pemkot. Sehingga, seharusnya fasilitas disediakan, jika ingin BRT berjaya seperti pertama kali digaungkan.
“Terkait halte-halte ini, kami sudah berkoordinasi dengan dishub (Dinas Perhubungan) Bandarlampung, waktu itu Pak Iskandar (kabid angkutan) Dishub Bandarlampung, katanya sempat mau dianggarkan untuk perbaikan bekerjasama dengan Pak Hengki dari Devis, sampai saat ini saya tidak mengerti kelanjutannya,” katanya, Senin (6/3).
Anton menambahkan, seharusnya BRT tetap disubdisi pemerintah, seperti di daerah lain.
Lihat juga: (Foto) Yang Tertinggal dari Sengkarut BRT
Trans Bandarlampung dulu sempat digembargemborkan menjadi mode transportasi modern di Kota Tapis Berseri. Namun seiring berjalannya waktu, keberadaan bus ini dirasa kalah bersaing dengan Mode Transportasi lainnya, seperti Angkutan Kota(angkot) hingga Ojek.
Minimnya penumpang menjadi salah satu faktor keberadaan BRT kian dilupakan. Dari tujuh rute, kini hanya tiga rute saja, yakni Rajabasa – Sukaraja, Rajabasa – Panjang dan Korpri – Sukaraja.
Anton mengakui telah mengalami defisit keuangan akibat jumlah penumpang yang kian turun.
“Kini ada sekitar 70-an kendaraan yang beroperasi tiap harinya dari 84 kendaraan. Tapi, sekali jalan penumpang yang tidak ada. Makanya mobil kita tidak jalan semua kalau jalan semua tapi tidak ada penumpang kita makin defisit,” katanya.
Anton menjelaskan, para supi BRT pun sudah tidak bergaji seperti dulu. Sekarang mereka pakai sistem setoran, “Harusnya pemerintah memikirkan hal ini untuk cerminan mode transportasi Bandarlampung,” katanya. (Davit)