Bandarlampung, Lampungnews.com – Pembangunan sejumlah flyover (jalan layang) di Bandar Lampung dalam beberapa tahun terakhir menuai pro dan kontra. Apakah menjadi sebuah kebutuhan ataukah hanya latah semata?
Pertanyaan itu mengemuka dalam diskusi dengan tajuk ‘Flyover: Kebutuhan atau Latah?’ yang ditaja Lamban Sastra Isbedy Stiawan ZS, Sabtu (11/3).
Pembangunan flyover yang dikebut sejak masa kepimpinan periode pertama Herman HN sebagai Walikota Bandarlampung itu berada diantara dua sisi mata uang. Ada warga yang mendukung karena dinilai mengatasi kemacetan, dan ada pula yang menolak karena dianggap mematikan perekonomian, terutama yang berada di sekitar flyover itu.
Asisten II Pemkot Bandarlampung Pola Pardede menegaskan, pembangunan flyover yang dilakukan Pemkot Bandarlampung bukan latah atau ikut-ikutan tetapi memang sebuah kebutuhan.
“Bandarlampung ini kian lama jumlah penduduknya kian bertambah, saat ini jumlahnya sudah mencapai 1,2 juta. Sehingga pembangunan flyover untuk menanggulangi kemacetan memang dibutuhkan,” ujar Pola Pardede.
Pola melanjutkan sulitnya membangun dan mengembangkan Bandarlampung disebabkan struktur yang sudah menjadi kota “jadi” tentu berbeda dengan kota-kota lain yang sebelumnya belum menjadi kota namun sudah ditata dan dirancang sejak awal.
Dia menambahkan pembangunan flyover tersebut sebuah kebutuhan yang mendesak yang telah disampaikan ke pusat namun belum terealisasi. Sehingga, Walikota Herman HN akhirnya berinisiatif merealisasikan rencana tersebut kendati menggunakan dana pinjaman karena keterbatasan anggaran.
“Adanya flyover diharapkan bisa mengatasi kemacetan di beberapa titik yang sering terjadi pada jam-jam tertentu,” katanya.
Hal berbeda diutarakan pengamat transportasi dan akademisi dari Universitas Bandar Lampung (UBL) IB Ilham Malik. Ilham mengatakan, mengatasi kemacetan tidak melulu harus diselesaikan dengan pembangunan flyover. Karena, harus ada kajian mendalam apa saja penyebab munculnya kemacetan dan apa pola penanganannya.
“Tidak harus diselesaikan dengan pembangunan flyover untuk mengatasi kemacetan, masih ada cara lain selain membangun flyover,” ujar Ilham.
Dia menambahkan ada empat problem transportasi di Bandarlampung yang harus segera ditangani dan dicarikan solusinya jika tidak ingin kota tapis berseri menjadi kota yang penuh dengan kemacetan di mana-mana yakni problem kemacetan lalu lintas, kesenjangan antar moda transportasi, sarana transportasi yang tidak terintegrasi serta keterbatasan anggaran.
Di sisi lain, akademisi Universitas Lampung Citra Persada menyoroti bahwa pembangunan kota sebaiknya digeser ke Kota Baru, Lampung Selatan dengan wilayah yang luas maka kondisi kota bisa ditata lebih baik lagi.
“Di sana luas lahannya masih banyak yang kosong, kenapa tidak dimanfaatkan untuk menata kota Bandarlampung, untuk mengatasi kemacetan seluruh pembangunan yang dilakukan Pemkot harus saling terintegrasi terutama jalan yang menjadi titik-titik kemacetan seperti di sepanjang ruas Jalan Teuku Umar, Jalan Zainal Abidin Pagar Alam, Sultan Agung dan sebagainya,” katanya.
Sementara, mantan Pjs Walhi Lampung Firman Seponada mengatakan, sebenarnya tidak ada masalah dalam pembangunan flyover itu.
Namun, pemkot harus memperhatikan sejumlah aspek yang berkaitan, mulai dari ruas pedestrian (trotoar) hingga pedagang serta pemilik ruko yang berada di bawah flyover.
“Kalau kita jalan lewat bawah flyover tidak ada trotoar untuk pejalan kaki, ini merupakan aspek yang mesti diperhatikan. Selain itu, pemilik ruko di bawah flyover yang banyak mengeluhkan dampak dari pembangunan yang menyebakan omset turun bahkan harus pindah dari bawah flyover,” jelas dia.
Firman menambahkan, faktor lain penyebab kemacetan adalah volume kendaraan yang terus bertambah. Sehingga, ruas jalan tidak sanggup menampungnya. Sementara kendaraan transportasi umum yang pernah diterapkan pemerintah tidak berjalan dengan baik seperti BRT Bandarlampung hingga Trans Lampung.
“Angkot beberapa tahun ini penumpangnya juga tidak full, bukan hanya trans dan brt saja, ini karena transportasi umum masal yang tidak nyaman buat kita itu juga perlu diperhatikan, sehingga pengendara beralih memakai kendaraan pribadi, wajar jika kendaraan menjadi menumpuk dan menyebabkan macet,” kata Firman. (Davit)