Jakarta, Lampungnews.com – Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai sejauh ini Presiden Joko Widodo bekerja layaknya seperti wali kota. Alasannya, kata Fahri, karena Jokowi tidak memberikan penjelasan yang substantif soal arah bangsa Indonesia ke depan ketika melakukan kunjungan ke daerah-daerah.
“Cara bekerja pemerintah harus diluaskan skalanya. Pak Jokowi masih bekerja dengan perspektif kota. Ini negara, bangsa dan besar lagi. Memerlukan narasi, percakapan tentang arah kita mau melangkah kemana sebagai bangsa. Kita enggak bisa tolerir presiden ke sana kemari pakai pesawat tapi dia enggak pidato. Yang kita perlukan pidato tentang arah,” kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/10).
Selain itu, Fahri menilai kinerja legislasi pemerintah Jokowi-JK buruk. Pembahasan Peraturan Pemerintah (PP) terbilang lamban. Hal ini berbeda jauh dengan kinerja DPR dalam membuat aturan.
Fahri mencontohkan, saat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengajukan RUU Perjanjian Paris atas Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai perubahan iklim, DPR cepat memprosesnya.
“Legislasi juga, presiden ajukan Menteri Siti Nurbaya meminta agar DPR segerakan ratifikasi RUU paris agrement, perubahan iklim. Seminggu dikerjakan DPR bikin rapim cepet semua cepat, dibawa paripurna semua dikerjakan dan sudah keluarkan,” terangnya.
Persoalan lain terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Fahri mengkritik pemotongan penerima subsidi karena alasan menerima subsidi yang palsu. Dengan kata lain, 2 tahun ini pemerintah bekerja telah mensubsidi secara palsu.
“Menkeu datang silih berganti, modulnya berubah, tesisnya juga, nah pemerintah memotong penerima subsidi, dengan alasan menerima subsidi yang palsu. Itu artinya 2 tahun ini pemerintah bekerja telah mensubsidi secara palsu, sampai Rp 40 triliun, Rp 36 triliun dibagi ke belanja pusat, belanja daerah hanya Rp 4 triliun,” jelas dia.
Lebih lanjut, Fahri heran keuntungan BUMN tidak sesuai target dan lebih rendah dari modal yang diberikan. Padahal, jika melihat 4 kali pembahasan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), DPR tidak pernah mempersulit pemerintah, anggaran penyertaan modal negara pun kian bertambah.
“Kita kritisi ini APBN, karena sebentar lagi akan disahkan. Ini revisi 2 APBN sebelumnya. DPR longgar terhadap APBN. DPR beri kemudahan-kemudahan ke Jokowi. APBN-P 2016, APBN 2017, ini pak jokowi sudah melalui 4 kali fase APBN ini dan relatif DPR enggak mempersulit,” imbuhnya.
“Keuntungan bumn setiap tahun Rp 40 triliun tapi PMN-nya terus nambah, tapi di APBN-P 2017 ini Rp 47 triliun jadi ini modalnya lebih bayak daripada keuntungan, nah ini harus ada penjelasan,” tambah Fahri.