Bandarlampung, Lampungnews.com – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung menilai penggusuran pedagang kaki lima di area Pusat Kegiatan Olah Raga (PKOR) Wayhalim beberapa waktu lalu tidak pro rakyat karena telah lama menempati lokasi tersebut.
“Gubernur Lampung tidak pro rakyat, tidak pernah mau mendengar aspirasi dan masukan dari pedagang, audiensi terhadap pemerintah tidak didengar,” kata Direktur LBH Bandarlampung, A Setiadi, Minggu (22/11/17).
Ia menjelasakan, melihat sejarah, PKOR dahulu tempat yang rawan kejahatan dan tidak terurus menjadi tempat pembuangan sampah. Tidak dipungkiri peran serta masyarakat sekitar yang menjaga keamanan dan kebersihannya hingga sekarang menjadi tempat rekreasi dan tempat berdagang.
“Seharusnya pemerintah mau mendengar dan mengapresiasi peran serta masyarakat yang selama ini memanfaatkan lokasi lahan di PKOR menjadi lebih bermanfaat,” kata dia.
Pemerintah, kata dia, sejak awal tidak memiliki konsep penataan, sehingga PKOR sempat terbengkalai dan akhirnya dimanfaatkan oleh masyarakat. Namun setelah menjadi tempat mencari nafkah, barulah terjadi pemikiran penggusuran pedagang.
“Ada beberapa persoalan di PKOR tidak pernah dipetakan, pertama tentang masyarakat bisa berdagang dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, kedua tentang masyarakat butuh tempat ruang terbuka hijau dan tempat rekreasi yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat, Ketiga persoalan sosial, PKOR dijadikan tempat maksiat,” tambahnya
Ia melihat berdirinya kafe-kafe ada oknum yang membekingi sehingga tempat maksiat di PKOR tumbuh subur. Seharusnya pemerintah melalui dinas sosial lebih awal melihat persoalan ini dengan melakukan pembinaan dan pengawasan pada wanita-wanita penjaja seks dan tempat minum minuman keras.
Penggusuran itu akan berdampak kepada masyarakat karena hilangnya lahan mencari nafkah. Fakta yang ada, sampai hari ini Lampung menjadi provinsi termiskin di Pulau Sumatera.
Ia berharap, untuk mengatasi ini, pihaknya mendesak pemerintah mendengar aspirasi masyarakat dan DPRD Provinsi Lampung bersikap kritis jangan menunggu laporan dan pengaduan masyarakat dulu baru bergerak dan terkesan menyalahkan masyarakat akibat adanya warung remang-remang itu.
(Davit)